Minggu, 09 September 2012

BAB 2 SKRIPSI PTK


BAB 2
PENERAPAN MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA DALAM MENULIS PUISI

2.1 Ihwal Menulis
2.1.1 Pengertian Menulis
Menulis merupakan sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Menulis merupakan kegiatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung.
Seorang penulis tidak saja harus menguasai prinsip-prinsip menulis, berwawasan, dan berpengetahuan luas (memadai), menguasai kaidah-kaidah bahasa, terampil menyusun kalimat dalam sebuah paragraph tetapi juga harus mengetahui prinsip-prinsip berpikir. Penulis harus memiliki berbagai informasi tentang apa yang akan ditulis. Informasi tersebut dapat dieroleh dari membaca dan mendengarkan dari berbagai sumber dan media informasi.
Menulis merupakan keterampilan tertinggi yang dimiliki oleh seseorang untuk mengekspresikan ide dan gagasan. Henri Guntur Tarigan (2008:3) bahwa
Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa menulis merupakan kegiatan seseorang untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca dalam bahasa tulis agar bisa dipahami oleh pembaca.
Kegiatan menulis sangat penting dalam pendidikan karena dapat membantu, mengungkapkan gagasan dan memecahkan masalah. Menurut Imron Rosidi (2009:3) bahwa:
Menulis adalah suatu bentuk berpikir yang juga merupakan alat untuk membuat orang lain (pembaca) berpikir. Dengan menulis seorang siswa mampu mengkonstruk berbagai ilmu atau pengetahuan yang dimiliki dalam sebuah tulisan, baik dalam bentuk esai, artikel, laporan ilmiah, cerpen, puisi dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung yang berupa pemindahan pikiran atau perasaan dengan memanfaatkan grafolegi, struktur bahasa dan kosakata. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Dalam kehidupan modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu cirri dari orang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
2.1.2 Manfaat Menulis
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan menulis, meskipun masih ada beberapa orang yang tidak suka menulis karena belum tahu apa manfaat dibalik aktivitas dunia tulis menulis.
Menurut Akhadiah (1998:1) bahwa
Ada delapan manfaat dari kegiatan menulis yaitu sebagai berikut:
1.      Menulis dapat mengenali kemampuan dan potensi diri yang dimiliki
2.      Dapat melatih dalam mengembangkan berbagai gagasan
3.      Akan dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis
4.      Dapat mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat.
5.      Dapat meninjau serta menilai gagasannya secara objektif
6.      Lebih mudah memecahkan permasalahan dengan menganalisis permasalahan yang telah tersurat dalam konteks yang lebih konkret
7.      Melalui kegiatan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif
8.      Melalui kegiatan menulis yang terencanakan dapat membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa menulis merupakan suatu kepandaian yang sangat bermanfaat bagi setiap orang. Dengan memiliki kepandaian itu, seseorang akan mengungkapkan berbagai gagasan untuk dibaca oleh peminat yang luas.
Lebih banyak manfaat menulis, yang dapat kita jadikan terapi diri secara berkala, yang berguna bagi pengembangan diri kita. Sebenarnya, ini bukan hal yang aneh lagi, karena dengan menulis  kita bisa memetik banyak manfaat, antara lain:
1.      Menghilangkan stress
              Hal ini bisa dimengerti karena dengan menulis kita bisa mencurahkan perasaan kita tanpa takut diketahui orang lain. Tidak semua orang bisa dengan mudah menceritakan masalahnya pada orang lain. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh watak masing-masing orang. Pembagian kepribadian secara tradisional kita kenal ada dua, yaitu introvert dan ekstrovert. Introvert adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertutup, sedangkan ekstrovert adalah orang yang mempunyai kepribadian terbuka. Orang introvert tentu mengalami kesulitan dalam berbicara pada orang lain. Ini tentu saja mendatangkan kesulitan bagi orang introvert saat harus menyelesaikan masalahnya.
              Menulis adalah solusi tepat bagi orang berkepribadian introvert dalam membantu menghilangkan stres serta mengurangi beban pikirannya. Orang dengan kepribadian ekstrovert tentu akan lebih mudah dalam berbagi dengan orang lain. Namun, bukan berarti orang ekstrovert tidak memerlukan diari sebagai bagian dari terapi. Justru orang dengan kepribadian ekstrovert akan lebih mudah terbuka dan merefleksikan segala yang terjadi dalam dirinya, lebih jujur, dan mudah menemukan berbagai sisi, yang membuatnya dapat menemukan solusi dalam pemecahan masalahnya.
2.      Sebagai media merencanakan target yang ingin dicapai
              Menulis dapat kita gunakan untuk merencanakan hal-hal apa saja yang ingin kita capai di masa yang akan datang. Perencanaan ini dimaksudkan agar kita dapat meraih target yang diharapkan secara konkret. Dengan menuliskan berbagai hal yang ingin dicapai, itu akan membantu kita dalam memompa semangat dan meraih target tersebut. Kita akan senantiasa teringat setiap kali membuka buku diari, dan merasa berkewajiban untuk segera meraih target. Melalui perencanaan dapat kita analisis kelemahan dan kekurangan kita, serta berbagai hal lainnya yang diperlukan dalam meraih target tersebut.

3.      Untuk menuliskan komitmen
           komitmen merupakan hal pokok yang diperlukan oleh setiap orang dalam meraih segala tujuan. Peneguhan janji dalam bentuk komitmen ini diperlukan agar kita senantiasa mempunyai tekad yang kuat dalam meraih tujuan kita. Apa jadinya sebuah tujuan tanpa komitmen yang kuat? Berbagai rencana jitu dan ide brilian pun akan menjadi percuma, hanya karena kita tidak mempunyai komitmen. Di saat berbagai rintangan dan hambatan yang menyertai kita, maka hal yang perlu kita ingat agar tidak putus asa ditengan jalan, adalah komitmen awal kita dalam meraih tujuan. Dengan menuliskannya, kita akan selalu teringat akan janji awal kita, sekaligus sebagai tameng dalam setiap kendala yang ada.
4.      Sebagai pengontrol target
           Menuliskan setiap perkembangan atas semua pencapaian target merupakan langkah selanjutnya setelah kita merencanakan dan berkomitmen dalam meraih setiap target kita. Menulis akan membantu kita dalam melihat hasil dari proses pencapaian usaha, yang kita lihat dengan target yang ingin kita capai. Dengan begitu, kita akan mudah mengetahui arah perkembangan kemajuan yang kita capai. Mengontrol setiap perkembangan yang dicapai akan membuat kita tidak menyimpang dari tujuan semula. Sering kali, dalam pencapaian suatu tujuan, di tengah jalan kita menemukan banyak pengembangan gagasan maupun ide. Hal ini tidaklah salah. Namun, terlalu banyak pengembangan justru semakin mengaburkan tujuan semula, dan arahnya pun menjadi tidak fokus. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat kontrol yang tepat dalam mencapai target yang diharapkan, yaitu diari.
5.      Alat mempormulasikan ide baru
           Setelah menuliskan setiap perkembanngan yang terjadi dalam diari, tentu kita dapat melihat berbagai hal yang akan membuat kita menjadi lebih jeli dalam melihat segala hal yang terjadi. Ide dan rencana awal yang kita buat belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi ini tentu saja membuat kita perlu menambah berbagai rencana baru yang sesuai dengan kondisi yang ada. Berarti, kita perlu menuliskan atau memformulasikan ide-ide atau gagasan yang baru. Hal ini dimaksudkan agar kita lebih mudah dalam menyelesaikan setiap permasalahan dan mengatasi kekurangan yang ada, sehingga akan lebih mudah pula dalam mencapai target kita.
6.      Sebagai gudang inspirasi
            Menulis adalah tempat untuk menuliskan berbagai ide yang muncul supaya memudahkan kita dalam menemukan solusi baru yang lebih efektif dalam menyelesaikan sebuah masalah. Diari adalah sumber inspirasi bagi pemunculan ide-ide baru. Ide baru yang muncul tentang cara mencapai target, komitmen, maupun mimpi baru yang ingin kita capai, tidak boleh dianggap remeh. Oleh karena itu, jangan pernah menyepelekan sebuah ide, meskipun pada awalnya kita menganggap ide itu tidak relevan dengan kenyataan. Tapi, bisa jadi ide awal tersebut inspirasi bagi kita untuk menemukan sebuah solusi yang kreatif.

7.      Alat penyimpan memori
           Kemampuan manusia untuk mengingat peristiwa, pengetahuan, maupun hal unik lainnya tentu terbatas. Orang tentu tidak dapat mengingat semua kejadian yang berlangsung dalam hidupnya sekaligus. Bahkan, manusia jenius sekalipun tentu mengalami kelupaan untuk beberapa peristiwa dalam hidupnya. Keakuratan data dan peristiwa secara detail tidak dapat diingat oleh manusia secara persis. Maknya, diperlukan pencatatan supaya memudahkan kita dalam melakukan proses rehearsal (mengingat kembali memori yang kita simpan), dan mengambil hikmah atas setiap kejadian, karena tentu ada hikmah yang dapat kita petik dan dijadikan pelajaran berharga.
8.      Alat memudahkan penyelesaian masalah
           Setiap permasalahan yang berhasil kita selesaikan akan melatih kita dalam menyelesaikan masalah berikutnya. Cara penyelesaian masalah itu bisa saja menjadi acuan kita dalam menyelesaikan masalah serupa atau yang hampir sama. Memang, solusi atas sebuah permasalahan tidak dapat kita jadikan solusi atas masalah yang lainnya. Namun, setidaknya kita bisa mempelajari teknik pengambilan keputusan yang telah kita buat, dan supaya hal itu mempermudah kita dalam menyelesaikan masalah lainnya.
9.      Sebagai media refleksi dan kebijaksanaan
           Menuliskan segala perasaan, masalah, dan konflik yang terjadi dalam hidup akan membuat orang semakin bijaksana. Karena, dengan menulis diari kita akan belajar berkompromi dengan setiap masalah yang ada. Belajar memahami masalah dan tidak sekadar mengutamakan ego semata. Semakin banyak kita melibatkan proses menulis dalam menghadapi permasalahan, kita akan semakin peka, tidak terburu-buru, bijakasana, dan mampu menggunakan kepala yang dingin ketika memutuskan sesuatu. Karena, terkadang kita tidak dapat melihat masalah dengan jelas jika kita tidak memetakannya dalam tulisan. Dengan menulis, segala sisi persoalan akan terlihat lebih jelas, dan itu memudahkan kita dalam mencari solusinya.
2.1.3 Tujuan Menulis
            Seorang tergerak menulis karena memiliki tujuan-tujuan yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan publik pembacanya, karena tulisan pada dasarnya adalah sarana untuk menyampaikan pendapat atau gagasan agar dapat dipahami dan diterima orang lain. Tulisan dengan demikian menjadi salah satu sarana berkomunikasi yang cukup efektif dan efesien untuk menjangkau khalayak masa yang luas. Atas dasar pemikiran inilah, maka tujuan menulis dapat dirunut dari tujuan-tujuan komunikasi yang cukup mendasar dalam konteks pengembangan peradapan dan kebudayaan mesyarakat itu sendiri. Adapun tujuan penulisan tersebut adalah sebagai berikut.
1.        Menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yangdapat maupun yang terjadi di muka bumi ini.
2.       Membujuk; melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula pembaca dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakannya. Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Oleh karena itu, fungsi persuasi dari sebuah tulisan akan dapat menghasilkan apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya bahasa yang menarik, akrab, bersahabat, dan mudah dicerna.
3.      Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi melalui tulisan. Melalui membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan terus bertambah, kecerdasan terus diasah, yang pada akhirnya akan menentukan perilaku seseorang.  Orang-orang yang berpendidikan misalnya, cenderung lebih terbuka dan penuh toleransi, lebih menghargai pendapat orang lain, dan tentu saja cenderung lebih rasional.
4.      Menghibur; fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, bukan monopoli media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan dalam menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan “ringan” yang kaya dengan anekdot, cerita dan pengalaman lucu bisa pula menjadi bacaan penglipur lara atau untuk melepaskan ketegangan setelah seharian  sibuk beraktifitas.  
Setiap orang yang hendak menulis tentu mempunyai niat atau maksud di dalam hati atau pikiran apa yang hendak dicapainya. Niat atau maksud itulah yang dinamakan tujuan menulis. Mengenal tujaun merupakan langkah awal yang penting dalam menulis. Menurut Atar Semi (2007:14) bahwa:
1.      Memberikan arahan, yakni memberikan petunjuk kepada orang lain dalam mengerjakan sesuatu, misalnya petunjuk cara menggunakan mesin, merangkai bunga, dan sebagainya.
2.      Menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian atau penjelasan tentang suatu hal yang harus diketahui orang lain, misalnya menjelaskan mengenai manfaat lari bagi kesehatan jantung.
3.      Menceritakan kejadian, yakni memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu tempat pada suatu waktu, misalnya menceritakan tentang perjuangan Sultan Hasanuddin.
4.      Meringkaskan, yakni membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi lebih singkat, misalnya dari 150 halaman menjadi 10 halaman, maupun ide pokoknya tidak hilang.
5.      Meyakinkan, yakni tulisan berusaha meyakinkan orang lain agar setuju atau sependapat dengannya. Barangkali tujuan menulis yang paling umum digunakan adalah tujuan meyakinkan ini.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar untuk berpikir. Juga dapat menolong kita berpikir secara kritis. Juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu menjelaskan pikiran-pikiran kita dan menemukan apa yang sebenarnya kita pikirkan dan rasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan kejadian-kejadian dalam proses menulis yang aktual.
Penulis memproyeksikan sesuatu mengenai dirinya ke dalam sepenggal tulisan. bahkan dalam tulisan yang objektif ataupun yang tidak mengenai orang tertentu sekalipun, penulis memegang suatu peranan tertentu dan tulisannya mengandung nada yang sesuai dengan maksud dan tujuannya. Penulis tidak hanya diharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi juga harus menentukan siapa pembaca karyanya itu dan apa maksud dan tujuannya.
2.1.4 Menulis Sebagai Proses Pemecahan Masalah Secara Kreatif
       Kegiatan menulis secara hakiki merupakan terapeotik atau pengobatan diri seseorang. Melalui sebuah tulisan, seseorang dapat mengungkapkan masalah yang dihadapi. Dengan tulisan pula, seseorang dapat mengurangi beban yang terpendam dalam hati.
Sebuah tulisan suatu saat dapat juga dimanfaatkan oleh seseorang jika menghadapi suatu masalah. Ia dapat membaca- baca tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Bertolak dari bacaan itulah, ia dapat menyelesaikan masalahnya. Melalui tulisan yang dibaca masalah yang tengah dihadapi dapat terpecahkan. Menurut Imron Rosidi (2009:13) bahwa:
Sebagai penulis tentu harus memperoleh berbagai informasi tentang pembaca karena pembacalah yang akan mengkonsumsi tulisan seorang penulis, informasi tersebut meliputi:
a)      Spesifikasi pembaca: penulis perlu mempertimbangkan antara pembaca umum atau pembaca khusus; untuk semua orang atau untuk kalangan atau profesi tertentu.
b)      Tingkat pendidikan pembaca: apakah tulisan tersebut untuk dikonsumsi anak TK, SD, SMP atau SMA yang telah memasuki masa remaja atau orang dewasa?
c)      Hal-hal yang dianggap penting oleh pembaca: seorang penulisharus dapat memprediksi tulisan yang dibutuhkan pembaca
d)     Kadar kesibukan pembaca: penulis perlu mempertimbangkan seberapa banyak waktu yang digunakan oleh pembaca terhadap sebuah tulisan.

Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa menulis sebagai proses pemecahan masalah secara kreatif harus mempertimbangkan penjelasan yang rinci dalam sebuah tulisan untuk menjadikan tulisan tersebut semakin berguna. Penulis juga harus memperhatikan sasaran tulisannya apakah untuk golongan tertentu ataukah untuk semua golongan.
Menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berfikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Pelukis memiliki banyak ide, gagasan, pendapat, pikiran, perasaan, serta obsesi yang akan dilukiskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria yang dapat diikuti, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian, imajinasi, dan kekreatifan penulis dalam mengungkapkan gagasan.
Tulisan yang baik dapat diibaratkan sebagai makanan yang bergizi, enak dimakan dan menyehatkan. Oleh karena itu, seorang penulis di tuntut kreatif dalam merumuskan masalah, merencanakan dan mengembangkan tulisan, dan mengakhiri tulisan. Untuk itu, diperlukan penguasaan serta kemampuan bahasa tulis sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, menulis terdiri atas  empat tahap.
Tahap pertama dalam proses kreatif adalah persiapan atau prapenulisan yaitu ketika seseorang merencanakan, menyiapkan diri, mengumpulkan dan mencari informasi, merumuskan masalah, menentukan arah dan fokus tulisan, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang akan dihadapi, berdiskusi, membaca, mengamati, melakukan survei, dan lain-lain. Semua ini akan memperkaya masukan kognitif untuk diproses pada tahap selanjutnya.
Tahap kedua inkubasi–ketika seseorang membroses informasi yang telah dimiliki sedemikian rupa, sehingga mengantarkan pada ditemukannya pemecahan masalah, jalan keluar/solusi yang dicarinya. Proses inkubasi ini seringkali terjadi secara tidak sengaja atau tidak disadari dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar, yang pada dasarnya melibatkan perluasan pikiran. Selain itu, proses inkubasi dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun.
Tahap ketiga, iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi yaitu gagasan datang seakan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan atau jalan keluarnya. Iluminasi tidak mengenal waktu dan tempat.
Tahap keempat, verivikasi/evaluasi yaitu apa yang dituliskan sebagai hasil tahap eleminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan focus laporan/tulisan diinginkan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dikembangkan, disempurnakan, dan lain-lain. Jadi, dalam tahap keempat ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu sesuai atau tidak dengan realita soaial, budaya, nilai-nilai, norma-norma, serta aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang bersangkutan. Disinilah seorang penulis dituntut kepiawaian, kecerdasan, ketelitian, dan kekreatifannya dalam menulis.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian tahapan dikaitkan dengan pembelajaran, berarti kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bimbingan dari guru secara nyata untuk mencapai keterampilan menulis yang diharapkan. Melalui tahapan tersebut siswa dapat mengetahui keterbatasannya secara jelas dan sekaligus berupaya meningkatkan kemampuannya secara bertahap dan berkesinambungan.
Menulis sebagai proses berpikir berkaitan erat dengan membaca.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian aktivitas yang fleksibel berkaitan erat dengan membaca. Hal itu dapat dilihat dari :
1)      segi sebelum menulis diperlukan berbagai pengetahuan awal dan informasi yang berkaitan dengan topik yang digaraf. Untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan tersebut membaca merupakan sarana yang paling tepat.
2)      dilihat dari segi saat-setelah menulis, membaca merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dengan kegiatan menulis pada tahap perbaikan, penyuntingan. Penulis pada dasarnya adalah pembaca berulang-ulang terhadap tulisannya.
Menulis sebagai proses berpikir yang menghasilkan kreativitas berupa karangan, baik karangan ilmiah maupun karangan sastra. Karangan sebagai bukti kreativitas diperoleh melalui serangkaian aktivitas menulis. Rangkaian aktivitas menulis adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tompkins (1994:126), yakni pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian tahapan dikaitkan dengan pembelajaran, berarti kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bimbingan dari guru secara nyata untuk mencapai keterampilan menulis yang diharapkan. Melalui tahapan tersebut siswa dapat mengetahui keterbatasannya secara jelas dan sekaligus berupaya meningkatkan kemampuannya secara bertahap dan berkesinambungan.
2.2 Puisi
2.2.1 Pengertian Puisi
Puisi Indonesia adalah suatu bentuk puisi yang baru yang sebelumnya tidak dikenal dalam tradisi puisi Indonesia asli. Sebagaimana dengan kesusastraan modern. Puisi Indonesia modern juga merupakan bentuk sastra hasil persentuhan dengan tradisi sastra asing, terutama kesusastraan barat. Di dalam sastra, persentuhan itu tidak hanya terbatas menghasilkan perubahan-perubahan dalam struktur, tapi juga dalam tema, sikap dan visi kepengarangan. Perubahan-perubahan dan gejala-gejala yang terlihat di dalam struktur dapat menjelaskan dan dijelaskan melalui proses perubahan dalam tema, sikap dan visi kepengarangan.
Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif, bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra lain puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi.
Menurut Herman J. Waluyo menyatakan bahwa:Puisi merupakan suatu bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara  sebagai cirri kgasnya. (1987:22).
Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin puisi maka Hebert Spencer menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan (Clive Sansom, 1960:5). Sedangkan Samuel Jhonsen menyatakan bahwa puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian (Tarigan, 1984:5).
Sesuai dengan pengertian yang diuraikan di atas berkenaan dengan bentuk fisik puisi dan bentuk batin puisi. Bentuk fisik dan bentuk batin lazim disebut pula dengan bahasa dan isi atau tema dan struktur atau bentuk dan isi. Marjorie bulton menyebut kedua unsure pembentuk puisi itu dengan bentuk fisik (phisycal form) dan bentuk mental (mental form). (Marjorie Bulton, 1979:79). Bentuk fisik puisi dan bentuk mental itu bersatu padu menyatu raga. Namun demikian keduanya dapat dianalisis karena bentuk fisik dan bentuk batin itu juga didukung oleh unsur-unsur yang secara fungsional membentuk puisi.
Jika dihubungkan dengan makna yang harus dikemukakan oleh penyair. Mattew Arnold menyatakan bahwa puisi hendaknya mengemukakan kritik terhadap kehidupan dan kritik itu merupakan reaksi penyair terhadap dunia (Sansom, 1960:5). Sedangkan Auden menyatakan bahwa yang diungkapkan penyair adalah perasaan yang kacau (Kennedy, 1971:331). Pengalaman yang diungkapkan penyair disamping bersifat emosional juga harus bersifat imajinatif (Tarigan, 1984:7-8).
Prof. Dr. conny semiawan menyatakan bahwa seorang seniman dapat menghasilkan kreativitas jika sedang dalam “passion” yang berarti suasana jiwa yang luar biasa. Pengalaman jiwa dalam “passion” betul-betul disertai emosi yang mendalam yang menghasilkan semangat luar biasa dan mampu menghasilkan “ego integritas”. Dengan “passion” puisi mampu mempengaruhi siapa pun yang membacanya. “passion” itu terjadi di atas tingkat kreativitas penyair, yakni pada saat seseorang mengalami kedalaman emosi luar biasa melebihi “mood”.
2.2.2 Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur tadi dinyatakan bersifat padu karena tidak dapat dipisahkan tanpa mengaitkan unsure yang lainnya. Unsur-unsur itu bersifat fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional terhadap unsur lainnya.
Gambaran tentang puisi sebagai suatu struktur utuh dapat kita lihat dari tambang jawa tadi. Sebuah tambang jawa tidak hanya diatur oleh struktur bunyi, suku kata, dan baris namun juga diatur oleh aturan makna tersendiri yang harus memenuhi syarat. Meskipun aturan kebahasaan sudah memenuhi syarat, jika aturan makna tidak dipenuhi, maka tambang jawa tersebut tidak bernilai.
Berikut ini adalah sebuah contoh puisi karya Toto Sudarto Bachtiar.
Gadis Peminta-Minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk dapat membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan kotaku, oh kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda.

Dalam puisi yang dipenuhi nada keharuan penyair itu, kita dapat menangkap lambing, kiasan, bunyi, pilihan kata, dan unsure puisi yang khas untuk nada terharu tersebut. Ungkapan/senyummu terlalu kekal untuk kenal duka/ dan /tengadah padaku pada bulan merah jambu/ sangat tepat untuk menggambarkan suasana sedih dan terharu semacam itu. Kesedihan dan keterharuan bukan seperti yang dialami penyair dalam puisi di atas. Kesedihan dan keharuan penyair bukan disebabkan oleh keadaan dirinya sendiri yang menderita atau sanak saudaranya, namun oleh keadaan “gadis kecil berkaleng kecil”. Kesedihan dan keharuan oleh rasa solidaritas kemanusiaan. Oleh sebab itu. Ungkapan-ungkapan yang dicetuskan tidak terlalu menghancurkan perasaan namun cukup membuat diri pembaca terharu.
Apa yang kita lihat melalui bahasanya yang Nampak, kita sebut struktur fisik puisi yang secara tradisional disebut bentuk atau bahasa atau unsure bunyi. Sedangkan makna yang terkandung di dalam puisi yang tidak secara langsung dapat kita hayati, disebut struktur batin atau struktur makna. Kedua unsure tersebut disebut struktur karena terdiri atas unsur-unsur lebih kecil yang bersama-sama membangun kesatuan sebagai struktur.
Struktur fisik seringkali disebut juga struktur sintaktik puisi. Istilah ini memang tidak tepat, sebab kesatuan unsur-unsur kebahasaan dalam puisi tidak membentuk struktur sintaktik tetapi membentuk baris-baris puisi. Oleh sebab itu, penulis merasa sebutan struktur fisik lebih tepat. Sedangkan struktur batin seringkali disebut struktur tematik atau struktur semantik. Penamaan tersebut kurang tepat juga, oleh sebab itu penulis menggunakan istilah struktur batin karena berisi ungkapan batin penulisnya. Menurut Dick Hartoko dalam Herman Waluyo (1987:27) bahwa
Menyebutkan adanya dua unsur penting dalam puisi, yakni unsure tematik atau unsur semantik puisi dengan unsur sintaktik puisi. Unsur tematik atau semantik menunjukan kea arah struktur batin, sedangkan unsur sintaktik menunjukan ke struktur fisik. tersendiri. Yang menjadi inti puisi adalah unsure tematik yang diungkapkan melalui medium bahasa yang mengandung kesatuan sintaksis. Untuk pengungkapan itu, makna puisi diwujudkan dengan berbagai cara.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Selanjutnya bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai sebuah wacana. Struktur fisik puisi adalah medium pengungkap struktur batin puisi. Baris-baris puisi dibedakan dari baris prosa karena setiap baris puisi menunjukan adanya kesenyapan yang menunjukan bahwa setiap baris puisi mengungkapkan kesatuan makna yang belum tentu harus menjadi bagian dari kesatuan makna baris berikutnya.
Kesenyapan memberikan corak puisi berbeda dari bentuk karya sastra yang lainnya. Kesenyapan dalam baris-baris puisi menunjukan bahwa sebuah baris yang nampaknya seperti bagian dari kalimat atau bagian dari suatu kesatuan sintaksis yang mungkin merupakan bentuk kesatuan makna yang lebih luas dari kesatuan-kesatuan sintaksis yang biasanya dimiliki oleh sebuah prosa.
2.2.3 Metode Puisi
Unsur-unsur bentuk puisi atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsure estetik yang membangun struktur luar dalam puisi. Unsure-unsur tersebut dapat ditelaah satu persatu. Tetapi unsure-unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur tersebut ialah: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), persivikasi dan tata wajah puisi.
Perbedaan penyair, jaman, latar belakang social budaya, pendidikan, dan agama, member warna terhadap perbedaan dalam pemilihan kata-kata. Penyair dari jawa dengan bahasa ibu bahasa jawa biasanya kurang merasa puas menggunakan istilah bahasa Indonesia untuk kata-kata khas jawa yang padan kata indonesianya kurang tepat sama.
Amir Hamzah banyak menggunakan kata-kata dari bahasa sanksekerta atau melayu kuno karena kata-kata tersebut dipandang memiliki kekuatan dalam pengucapan makna. kita jumpai kata-kata sebagai berikut: leka, dewangga, melayah, menepis, marak, mengorak, corak, kandil, pelik, aduhai, kulum, mengurai kelopak, sulang- menyulang dan sebagainya. Keadaan serupa juga digunkan oleh para penyair pujangga baru yang lain, seperti J.E. Tatengkeng dan Sanusi Pane. Penggunaan kata-kata kuno itu menimbulkan kesan bahasa yang lebih tinggi.
Para penyair memilih kata-kata dengan makna kias, atau bahkan dengan makna lambing. Hal ini tidak dapat kita jumpai dalam bahasa sehari-hari. Menafsirkan puisi juga harus memahami konvensi sastra, yakni bahwa bahasanya bersifat konotatif.
2.2.3.1 Diksi
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu disamping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna menurut kehendak penyair.
Karena begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat dalam pemilihannya. Karena pemilihan kata-kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair untukpuisinya bersifat absolut dan tidak bisa diganti  dengan kata yang lainnya.
2.2.3.1.1 Pembendaharaan Kata
Pembendaharaan kata penyair disamping sangat penting untuk kekuatan ekspresi, juga menunjukan ciri khas penyair. Dalam memilih kata-kata, disamping penyair memilih berdasarkan makna yang akan disampaikan dan tingkat perasaan serta suasana batinnya juga dilatarbelakangi oleh factor social budaya penyair. Suasana perasaan penyair juga menentukan pilihan kata. Dalam suasana perasaan marah yang meledak-ledak penyair akan memilih kata-kata yang mewakili kemarahannya itu yang tentu saja berbeda dengan kata-kata yang dipilihnya untuk mewakili perasaan cinta atau rindu. Intensitas perasaan penyair, kadar emosi, cinta, benci, rindu dan sebagainya dapat menentukan pemilihan kata.
Karena puisi yang dibicarakan ini adalah puisi tertulis, maka kedudukan kata itu sendiri sangat menentukan makna; dalam puisi lisan; makna kata juga ditentukan oleh lagu, tekanan, dan suara pada saat kata-kata itu dilisankan. Penyair seringkali memilih kata-kata khas yang maknanya hanya dapat dipahami setelah menelaah latar belakang penyairnya.
Dalam puisi protes, kritik social dan puisi demonstrasi banyak diungkapkan kata-kata yang berisi pembelaan secara keras terhadap kelompoknya dan ancaman keras terhadap yang dikritiknya. Oleh sebab itu untuk pihak yang dikritik digunakan kata-kata yang kasar atau umpatan, sebaliknya untuk pihak yang dibela digunakan kata-kata manis, penuh pujian dan penghargaan.
2.2.3.1.2 Urutan Kata (Word Order)
Dalam puisi, urutan kata bersifat beku artinya urutan itu tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak berubah oleh oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun urutan kata-kata itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair yang lainnya. Dapat pula dinyatakan bahwa ada perbedaan teknik menyusun urutan kata, baik urutan dalam tiap baris maupun urutan dalam suatu bait puisi. Dalam puisinya yang bersifat duka, chairil anwar memulai bait pertama dengan baris sebagai berikut:
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku
Menggigir juga ruang dimana dia yang kuingin
Malam tambah merasuk, rimba jadi memati tugu
Di karet, dikaret (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
                                                            (“Yang terempas dan yang putus”,1949)
Susunan kata-kata di atas tidak dapat diubah walaupun perubahan itu tidak mengubah makna. penyair telah memperhitungkan secara matang susunan kata-kata itu. Jika diubah urutannya, maka daya magis kata-kata itu akan hilang. Keharmonisan antarbunyi yang terdapat di dalamnya juga akan terganggu karena susunan kata tersebut menimbulkan efek psikologis.
Urutan kata-kata dalam puisi Chairil Anwar yang sedih berbeda dengan urutan kata dalam puisinya yang bersemangat, seperti “krawang Bekasi” seperti berikut ini:
Kami yang kini terbaring antara kerrawang bekasi
Tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati

Kami berbicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami.

                                                                                    (“Kerawang-Bekasi”, 1946)
Subjek kalimat dalam puisi ini diletakkan pada awal baris dan tidak seperti puisi terdahulu yang mulai dengan keterangan keadaan. Dalam puisi yang bersemangat ini, penonjolan subjek dipandang penting. Sedangkan dalam puisi duka, penonjolan keterangan keadaan akan lebih membantu penggambaran suasana kedukaan itu.
Sutardji Calzoum Bachri sangat cermat menyusun urutan kata-kata dalam puisinya. Bahkan urutan kata itu ditempatkan begitu rapi sehingga membentuk gambar. Maka puisinya sering disebut puisi grafis karena mementingkan efek visual dari penyusunan baris puisinya. Sebagai contoh sajaknya yang berjudul “Pot” tidak dapat diubah-ubah urutannya. Bahkan juga letak kata-katanya harus sesuai dengan komposisi yang dikehendaki Sutardji.
               POT
Pot apa pot    itu pot kaukah pot aku
                      Pot pot pot
Yang jawab    pot pot pot    pot kaukah pot itu
Yang jawab    pot pot pot    pot kaukah pot itu
                       Pot pot pot
            Pot apa potitu pot kaukah potaku?
                                    POT
                                                                        (“Pot”, 1970)
Demikian urutan kata-kata dalam puisi yang disusun secara cermat oleh penyair. Jika urutannya diubah, maka akan terganggu keharmonisan komposisi kata-kata itu. Disamping itu, urutan kata-kata juga mendukung perasaan dan nada yang diinginkan penyair. Jika urutan katanya diubah, maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah pula.
2.2.3.1.3 Daya Sugesti Kata-kata
Dalam memilih kata-kata, penyair mempertimbangkan daya sugesti kata-kata itu. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata yang dipandang sangat tepat mewakili perasaan penyair. Karena ketepatan pilihan kata dan ketepatan penempatannya, maka kata-kata itu seolah-olah memancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut sedih, terharu bersemangat, marah dan sebagainya.
Untuk mengungkapkan semangat hidupnya yang berapi-api dan tidak dapat dilawan oleh siapapun, chairil anwar mengungkapkannya dengan bait puisi berikut ini:
Aku ini binatang jalang/ dari kumpulannya terbuang/ biar peluru menembus kulitku/ kutetap meradang, menerjang/ luka dan bisa kubawa berlari/ berlari/ hingga hilang pedih perih/ dan lebih tidak peduli/ kumau hidup seribu tahun lagi.
                                                                        (“Aku” 1942.)
Kata-kata yang sugestif ini akan dibahas lagi dalam lambing dan kiasan. Dengan lambing dan kiasan, kata-kata pilihan penyair memiliki kekuatan mensugesti pembaca. Bahasa puisi lebih bersifat konotatif daripada bahasa prosa. Hal ini antara lain diusahakan untuk memperoleh daya sugesti itu.
2.2.3.2 Pengimajian
Ada hubungan yang erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dank arena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita rasa. Menurut Herman J. Waluyo (1987:78) bahwa
Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan. Bait atau baris puisi itu seolah seolah mengandung gema, suara (imaji auditif) , benda yang Nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat dirasakan (imaji taktil).

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa ungkapan perasaan penyair dijelemakan ke dalam gambaran konkret mirip music atau gambaran atau cita rasa tertentu. Jika penyair menginginkan imaji pendengaran (auditif), maka jika kita menghayati puisi, seolah-olah melukiskan sesuatu yang bergerak-gerak ; jika imaji taktil yang ingin digambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan sentuhan perasaan.
Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata yang konkret dank has. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil (cita rasa). Ketiganya digambarkan atas bayangan konkret dan apa yang dapat kita hayati secara nyata.
Baris-baris puisi Rendra dibawah ini menunjukan adanya pengimajian sehingga menimbulkan imaji visual:
Suatu demi satu maju terhadap darahnya
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
                                                            (“Balada terbunuhnya atmo karpo”)
Pengimajian juga berarti mengingatkan kembali pengalaman yang pernah terjadi karena kemahiran penyair dalam menggambarkan suatu peristiwa. Sebagai contoh dalam puisi “Doa” karya Chairil Anwar, pembaca dibawa penyair untuk membayangkan diri kita sendiri yang mengalami krisis iman. Kemudian penyair meyakini bahwa tidak ada jalan lain baginya kecuali kembali kepada tuhan, ke jalan tuhan.
Tuhanku/aku hilang bentuk/ remuk/ Tuhanku/ aku mengembara di negeri asing/ tuhanku/ di pintuMu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling.
                                                            (“Doa, 1943)
Dengan pengimajiannya yang cukup jelas, pembaca seakan ikut mengusapkan tangan di dada, menyadari dosa-dosanya. Kemudian pembaca merasa yakin bahwa hanya dengan mengikuti jalan tuhanlah kita akan selamat.

2.2.3.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya ialah kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambing. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisinya.
Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Kembali kepada sajak “Gadis peminta-minta” yang telah dikutip di depan, untuk melukiskan gadis itu benar-benar seorang pengemis gembel, maka penyair menggunakan kata-kata “gadis kecil berkaleng kecil”. Lukisan itu lebih konkret daripada “gadis peminta-minta” atau “gadis miskin” begitu saja. Untuk melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat untuk melentangkan tubuh. Untuk memperkonkret dunia pengemis yang penuh kemayaan, penyair menulis : hidup dari kehidupan angan-angan gemerlapan/ gembira dari kemayaan riang. Untuk memperkonkret kedudukannya penyair menulis: “bulan di atas itu tak ada yang punya/ kotaku hidupnya tak lagi punya tanda”. Untuk memperkonkret gambaran tentang martabat gadis itu yang sama tingginya dengan martabat manusia lainnya, penyair menulis: “duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral”.
Untuk memperkonkret gambaran jiwanya yang penuh dosa, Chairil Anwar menggunakan kata:”aku hilang bentuk/remuk”. Sedangkan untuk melukiskan tekadnya yang bulat untuk kembali ke jalan tuhan, diperkonkret dengan ungkapan: Tuhanku/ di pintumu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling”. Hal ini berbeda dariusahanya untuk memperkonkret sikap kebebasannya, dengan kata-kata: “aku ini binatang jalang/ dari kumpulannya terbuang” untuk memperkonkret cita-citanya yang abadi, ia menulis:” ku mau hidup seribu tahun lagi”.
Demikianlah maksud pengonkretan kata beserta beberapa contoh. Setiap penyair berusaha mengonkretkan hal yang ingin dikemukakan agar pembaca membayangkan dengan lebih hidup. Cara yang digunakan oleh penyair yang satu berbeda dari cara yang digunakan oleh penyair lainnya. Pengonkretan kata ini erat berhubungan dengan pengimajian, pelambangan dan pengiasan. Ketiga hal itu juga memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa yang ingin dikemukakan.
2.2.3.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif  menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang.
Menurut Perrine dalam Herman Waluyo, (1974:616-617) bahwa
Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair, karena: (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif; (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias pelambangan yang menimbulkan makna lambing. Pengiasan disebut juga smile atau persamaan, karena membandingkan/menyamakan sesuatu hal dengan hal lain. Dalam pelambangan sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Untuk memahami bahasa figuratif ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambing yang di buat penyair baik lambing yang konvensional maupun nonkonvensional.
2.2.3.4.1 Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud di sini mempunyai makna lebih luas dengan bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Dalam gaya bahasa, suatu hal dibandingkan dengan hal lainnya. Seperti di depan telah disebutkan, tujuan penggunaan kiasan ialah menciptakan efek kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi.
Banyak kita jumpai kiasan tradisional yang kita sebut gaya bahasa. Penyair modern membuat kiasan yang baru dan tidak menggunakan kiasan-kiasan lama yang sudah ada. Dalam bagian ini akan dibicarakan metafora (kiasan langsung), persamaan (kiasan tidak langsung), personifikasi, hiperbola (overstatement), euphemism (understatement), sinekdoce, dan ironi.
1.      Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi ungkapn itu langsung berupa kiasan. Contoh klasik: lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam, bunga sedap malam dan sebagainya. dalam puisi-puisi modern yang sudah disebutkan di depan , banyak dijumpai metafora yang tidak konvensional.
2.      Perbandingan
Kiasan yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti laksana, bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya. kadang-kadang juga tidak digunakan kata-kata pembanding.
Perbandingan yang sudah lama ada misalnya: matanya bagai bintang timur, larinya bagai anak panah, pepat kukunya bulan tiga hari, pipinya bak pauh dilayang , rambutnya mayang mengurai, dan sebagainya. contoh-contoh dalam puisi modern, misalnya: rindunya bagai permata belum di asah, malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka, anggur darah, dan sebagainya.

3.      Personifikasi
Keadaan atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau persona, atau di”personifikasikan”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas penggambaran peristiwa dan keadaan itu.
4.      Hiperbola
Hiperbola adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang lebih saksama dari pembaca. Hiperbola tradisional dapat kita temukan dalam bahasa sehari-hari, seperti: bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun, hatinya bagai di belah sembilu, serambut dibagi tujuh, dan sebagainya.
5.      Sinekdoce
Sinekdoce adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Sinekdoce terbagi atas part pro toto (menyebut sebagian untuk keseluruhan) dan totem pro parte (menyebut keseluruhan untuk maksud sebagian).
Untuk menggambarkan sebagian petani yang menderita, Rendra menulis seolah-olah semua petani itu menderita. Hal ini digunakan untuk mempertajam kritiknya.
Para petani bekerja/ berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela/ menanam bibit di tanah yang subur/  menanam hasil berlimpah dan makmur/ namun hidup mereka sendiri sengsara.
Sedangkan totem proparte misalnya untuk melukiskan gadis peminta-minta, Toto Sudarto Bachtiar menggunakan contoh “gadis kecil berkaleng kecil”. Untuk melukiskan solidaritas rakyat kecil terhadap demonstran 1996, Taufik Ismail mewakilinya dengan “seorang tukang rambutan pada isterinya”. Sedangkan solidaritas anak kecil tingkat SD dan SMP dilukiskan dengan “tiga anak kecil yang membawa karangan bunga”. Untuk melukiskan korban-korban kekejaman orde lama, Taufik Ismail melukiskan “sebuah jaket berlumur darah”.
6.      Ironi
Dalam puisi pamflet , demonstrasi dan kritik social, banyak digunakan ironi yakni kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau mengeritik. Jika ironi harus mengatakan kebalikan dari apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Tapi ketiga-tiganya mempunyai maksud yang sama, yakni untuk memberikan kritik atau sindiran.
2.2.3.4.2 Pelambangan
Seperti halnya kiasan, pelambangan digunakan penyair untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah hati pembaca. Jika dalam kiasan sesuatu hal dibandingkan atau dikiaskan dengan hal lain, maka dalam pelambangan, sesuatu hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Dalam masyarakat banyak digunakan lambing-lambang yang umum. Misalnya lambing yang terdapat dalam upacara perkawinan, berupa janur kuning, pohon pisang, tebu, bunga kelapa, menginjak telur, membasuh kaki dan sebagainya.
Mengapa dalam puisi perlu digunakan lambing? Penyair merasa bahwa kata-kata dari kehidupan sehari-hari belum cukup untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Oleh sebab itu, diperlukan penggantian dengan benda lain. Penyair merasa bahwa dengan simbolisasi itu makna akan lebih hidup, lebih jelas, dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca. Lambing dan kiasan ikut memberikan sugesti dan kata-kata itu.
Macam-macam lambang ditentukan oleh keadaan atau peristiwa apa yang digunakan oleh penyair untuk mengganti keadaan atau peristiwa itu. Ada lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, lambang suasana dan sebagainya. pelambangan erat hubungannya dengan kata konkret. Dengan pelambangan, kata-kata diciptakan menjadi lebih konkret sehingga mempermudah proses pengimajian. Berdasarkan hubungannya dengan imaji, ada lambang auditif, lambang visual, lambang gerak, dan sebagainya.
1.      Lambang Warna
Warna mempunyai karakteristik watak tertentu. Banyak puisi yang menggunakan lambang warna untuk mengungkapkan perasaan penyair. Judul-judul puisi: “sajak putih”, “sarenada biru”, “ciliwung yang cokla” dan sebagainya menunjukan digunakannya lambang warna.
2.      Lambang Benda
Pelambangan juga dapat dilakukan dengan dengan menggunakan nama benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan gamabr burung garuda yang digunakan sebagai lambang persatuan Indonesia. Bendera warna merah putih melambangkan keberanian dan kesucian sementara gambar-gambar yang ada dalam garuda pancasila melambangkan itu juga melambangkan sila-sila dalam pancasila itu.
3.      Lambang Bunyi
Bunyi yang diciptakan oleh penyair juga melambangkan perasaan tertentu. Perpaduan bunyi-bunyi akan menciptakan suasana yang khusus dalam sebuah puisi. Penggunaan bunyi sebagai lambang ini erat hubungannya dengan rima. Disamping itu, penggunaan lambang bunyi, juga erat berhubungan dengan diksi. Waktu memilih kata-kata, salah satu faktor yang diperhatikan adalah faktor bunyi yang padu. Bunyi yang melambangkan sesuatu.
4.      Lambang Suasana
Suasana dapat dilambangkan pula dengan suasana lain yang dipandang lebih konkret. Lambang suasana ini biasanya dilukiskan dalam kalimat dan alinea. Dengan demikian yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya suatu peristiwa sepintas saja.
Untuk menggambarkan suasana peperangan yang penuh kehancuran, maka digunakan lambang “bharat yudha”. Untuk menggambarkan suasana penuh kegelisahan, maka digunakan lambang “hatinya gemetar bagai permata gemerlapan”.
Demikianlah lambang dan kiasan, bersama-sama bertujuan untuk membentuk bahasa figuratif yakni bahasa yang seolah-olah mempunyai pigura. Bahasa figuratif tidak langsung dapat kita tangkap maknanya dengan bahan figurative, sebuah puisi menjadi kaya akan makna.
2.2.3.5 Versifikasi (Rima dan Ritma)
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi .digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakkan pada system lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan bait. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa-frasa yang berulang-ulang, merupakan unsur yang memperindah puisi itu.
2.2.3.5.1 Rima
Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
Marjorie Boulton menyebut rima sebagai ponetik. Jika bentuk ponetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi (1979:42). Dalam rima terdapat onomatope, bentuk intern pola bunyi, intonasi, repetisi bunyi, dan persamaan bunyi. Jadi rima tidak khusus berarti persamaan bunyi atau dalam istilah tradisional disebut sajak. Rima lebih luas lagi karena menyangkut perpaduan bunyi konsonan dan vocal untuk membangun orkestrasi atau musikalitas. Marjoe Bulton menyatakan bahwa dengan repetisi bunyi akan diperoleh efek intelektual dan efek magis (1971:42).
2.2.3.5.2 Ritma
Ritma sangat berhubungan denagn bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma juga dapat dibayangkan seperti tembang mencopat dalam tembang jawa. Dalam tembang tersebut irama berupa pemotongan baris-baris puisi secara berulang-ulang setiap empat suku kata pada baris-baris puisi sehingga menimbulkan gelombang yang teratur. Dalam situasi semacam ini irama disebut periodisitet yang berkorespondensi. Yakni pemotongan frasa-frasa yang berulang.
Ritma puisi berbeda dari metrum (matra). Metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap. Metrum sifatnya statis. Ritma berasal dari bahasa yunani yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus).  Menurut Slametmuljana dalam Herman Waluyo (1987:94) bahwa: Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan, tekanan kata bahasa Indonesia tidak membedakan arti dan belum dibakukan.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa tiap penyair, aliran, periode, dan angkatan mempunyai perbedaan cara mengulang hal-hal yang dipandang membentuk ritma itu. Dalam puisi lama jelas sekali pemotongan baris puisi menjadi dua frasa merupakan teknik pembentuk ritma yang padu, namun teknik tersebut bersifat statis. Berikut ini contoh ritma dalam puisi lama:
Dari mana/ punai melayang
Dari sawah/ turun ke kali
Dari mana/ kasih sayang
Dari mata/turun ke hati
Dalam puisi-puisi angkatan pujangga baru, keadaan seperti ini kiranya masih dapat dipertahankan. Dalam puisi Ali Hasjimy mendapatkan ritma berupa pemenggalan baris-baris puisi menjadi dua bagian (dua frasa).
Pagiku hilang/ sudah melayang
Hari mudaku/ sudah pergi
Kini petang/ datang membayang
Batang usiaku/ sudah tinggi
                                                                        ( Menyesal )
Dalam puisi-puisi angkatan 45, terutama karya-karya Chairil Anwar, iramanya sudah diciptakan secara kreatif, artinya tidak hanya berupa pemotongan baris-baris puisi menjadi dua frasa, namun dapat berupa pengulangan kata-kata tertentu untuk mengikat beberapa baris puisi.
2.2.3.6 Tata Wajah ( Tipografi )
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraph, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan atas. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu memenuhi tulisan, hal ini tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi.
Baris-baris prosa dapat disusun seperti tifografi puisi. Namun makna prosa tersebut kemudian akan berubah menjadi lebih kaya, jika prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Sebaliknya, jika tetap menafsirkan puisi sebagai prosa, maka tifografi tersebut tidak berlaku. Cara sebuah teks ditulis sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna tambahan itu diperkuat oleh penyajian tipografi puisi. Dalam puisi-puisi kontemporer seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri yang pernah disajiakn di depan tipografi dipandang begitu penting, sehingga menggeser makna kata-kata.
Sebagai contoh Intoyo–salah seorang penyair pujangga baru menulis tipografi puisi sebagai berikut:
Rasa Baru
Zaman beredar !
Alam bertukar  !
Suasana terisi nyanyian hidup
Kita manusia
Terkarunia
Badan, jiwa, bekal serta cukup
Marilah bersama
Berdaya upaya
Mencemerlangkan apa yang redup
Memperbaharu
Segala laku
Mengembangkan semua kuncup
Biar terbuka
Segenap RASA
Rasa baharu, dasar harmoni hidup.

Kata-kata yang disusun mewujudkan larik-larik yang panjang dan pendek, yang membentuk suatu kesatuan padu. Pergantian larik panjang dan pendek sedemikian bervariasi secara harmonis sehingga menimbulkan ritma yang padu.
Dalam puisinya “kuncup”, J.E Tatengkeng menyusun tifografi yang agak berbeda dari puisi biasa.
Kuncup
Terlipat                                                            melambai
Terikat                                                             melombai
Engkau mencari                                              engkau beringin
Terang matahari                                              digerak angin
                                    Terhibur
                                    Terlipur
                                    Engkau bermalam
                                    Dipinggir kolam
Mengeram                                                       terbuka
Mendendam                                                    bersuka
Engkau ditimbun                                            engkau berkembang
Sejuknya embun                                              memanggil kumbang
                                    Terputih
                                    Tersuci
                                    Kembang di dahan
                                    Memuji tuhan
                                                                                    ( Rindu Dendam )
Salah satu puisi yang dimuat dalam “Pujangga Baru” menunjukkan tipografi puisi Armijn Pane yang lain dari puisi angkatan Pujangga Baru yang lain :
Hamba Buruh
Aku menimbang-nimbang mungkin
Kita berdua menjadi satu
Gaji dihitung-hitung
Cukup tidak untuk berdua
Hati ingin sempurna dengan engkau
Sama derita sama gembira
Kepala pusing menimbang-nimbang
Menghitung-hitung uang bagi kita
Aku ingin hidup damai tua
Mikir anak isteri setia
Kalbu pecah mearsa susah
Hamba buruh apa dikata.
                                                                        ( Pujangga Baru )

larik yang menjorok ke tengah halaman, memberikan jawaban kepada kepada larik sebelumnya. Antara larik yang menepi dan larik yang menjorok membentuk hubungan kasual. Di samping itu, tata wajah yang diciptakan  Armijn Pane juga menyebabkan ritma puisi menjadi padu.
Rahim Qahhar, salah seorang penyair kontemporer, menciptakan tata wajah yang tidak konvensional :
Tanpa Kata
Tanpa kata
Jadi guru tak bisa
Tanpa kata
Jadi dokter tak bisa
Tanpa kata
Jadi insinyur tak bisa
Tanpa kata
Jadi walikota tak bisa
Tanpa kata
Jadi presiden tak bisa
Tanpa kata
Jadi menteri tak bisa
Tanpa kata
Jadi ketua tak bisa
Tanpa kata
Jadi bunglon tak bisa
Tanpa kata
Jadi hakim tak bisa
Tanpa kata
Mencium –Mu tak bisa
Tanpa kata
Jadi apa?
Tanpakatatanpakatatanpakatatanpakatatanpakata
Tanpa kata mengemis bisa
Tanpa katamerampok bisa
Tanpa katamenodong bisa
Tanpa kata menipu bisa
Tanpa kata membunuh bisa
Tanpa kata korupsi bisa
Tanpa kata menyelundup bisa
Tanpa kata berzina bisa
Tanpa kata puisi tak pernah ada
                                                            ( Dari Blong )

Tata wajah dalam bentuk larik-larik di atas menunjukkan pause dalam pemikiran. Sebelum mulai larik berikut, penyair perlu merenung. Seringkali gagasan penyair meloncat karena tidak seluruh perenungan itu diungkapkan.
2.2.4 Hakikat Puisi
Struktur fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan penyair. I.A Richards menyebut makna atau struktur batin itu dengan istilah hakikat puisi (1976:180-181). Ada empat unsur hakikat puisi, yakni tema, perasaan penyair, nada dan amanat. Keempat unsure tersebut menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair.
2.2.4.1 Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subjek yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan antara hubungan penyair dengan tuhan, maka puisinya bertema ketuhanan. Jika desakan yang kuat berupa rasa belas kasih atau kemanusiaan, maka puisinya bertema kemanusiaan.
Dengan latar belakang pengetahuan yang sama, penafsir-penafsir puisi akan memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema puisi bersifat lugas, obyektif dan khusus. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh sebab itu, tema bersifat khusus (penyair), tetapi obyektif (bagi semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat). Berikut ini dipaparkan macam-macam puisi sesuai dengan pancasila.
1.      Tema Ketuhanan
Puisi-puisi dengan tema ketuhanan biasanya akan menunjukan “religius experience” atau pengalaman religi penyair. Pengalaman religi didasarkan atas tingkat kedalaman pengalaman ketuhanan seseorang. Dapat juga dijelaskan sebagai tingkat kedalaman iman seseorang terhadap agamanya atau lebih luas terhadap Tuhan atau kekuasaan gaib. Banyak puisi yang menunjukkan pengalaman religi yang cukup dalam meskipun tidak menunjukkan identitas agama tertentu.
Pengalaman religi seseorang penyair didasarkan atas pengalaman hidup penyair secara konkret. Jika penyairnya bukan seorang religius yang khusyuk dalam hal religi maka sulit diharapkan akan menghasilkan puisi bertema ketuhanan yang cukup mendalam. Berikut puisi dalam rasa ketuhanan karya Amir Hamzah:
Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita,
Kekasihku
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama
Meningkat naik, setelah menghalaukan panas
Payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan
Melambung rasa menayang piker, membawa angan ke
Bawah kursimu
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang
Memasang lilinnya
Kalbuku terbuka menuju kasihmu, bagai sedap
Malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu
Penuhi dadaku dengan cayamu, biar bersinar
Mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!

Kedalaman rasa ketuhanan tidak lepas dari bentuk fisik yang terlahir dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, kiasan, dan sebagainya yang menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dengan tuhan. Juga menunjukan bagaimana penyair yang menginginkan agar Tuhan mengiasi seluruh kalbunya.
2.      Tema Kemanusiaan
Tema kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki harkat (martabat) yang sama. Perbedaan kekayaan, pangkat, dan kedudukan seseorang tidak boleh menjadi sebab adanya perbedaan perlakuan terhadap kemanusiaan seseorang.. para penyair memiliki kepekaan perasaan yang begitu dalam untuk memperjuangkan tema kemanusiaan. Berikut sajak Toto Sudarto yang membela martabat kemanusiaan.
Gadis Peminta-Minta
Setiap kali bertemu, gadis kevil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa.

Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang kebawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas dia atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda.

                                                Toto Sudarto Bachtiar
Jika kebanyakan pembaca menganggap bahwa pengemis kecil yang minta-minta di pinggir jalan sebagai sampah masyarakat, sebagai manusia yang tidak berharga, maka penyair mengatakan dengan tegas bhwa martabat kemanusiaan gadis peminta-minta itu sama derajatnya dengan manusia yang lainnya. Martabatnya lebih tinggi dari menara katedral, bahkan jika gadis kecil itu mati kota Jakarta akan kehilangan jiwa sebab dunianya tidak mempunyai tanda lagi.
3.      Tema Patriotisme
Tema patriotism dapat meningkatkan perasaan cinta akan bangsa dan tanah air. Banyak puisi yang melukiskan perjuangan merebut kemerdekaan dan mengisahkan riwayat pahlawan yang berjuang melawan penjajah. Tema patriot juga dapat diwujudkan dalam bentuk usaha penyair untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa kenasionalan.
4.      Tema Kedaulatan Rakyat
Penyair begitu sensitif perasaannya untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menentang sikap ksewenang-wenangan pihak yang berkuasa. Tema kedaulatan rakyat dan tema keadilan sosial biasanya dapat ditemukan dalam puisi protes. Dalam puisi yang bertema kedaulatan rakyat, yang paling kuat adalah protes terhadap kesewenang-wenangan pihak yang berkuasa yang tidak mendengarkan jeritan rakyat atau juga dapat berupa kritik terhadap sikap otoriter penguasa.
5.      Tema Keadilan Sosial
Nada protes social sebenarnya lebih banyak menyuarakan tema keadilan social daripada tema kedaulatan rakyat. Puisi-puisi demonstrasi pada hakekatnya adalah puisi yang lebih banyak menyuarakan keadilan social. Potret pembangunan dalam puisi karya Rendra adalah kumpulan sajak yang bertemakan keadilan social. Yang dilakukan dalam tema ini adalah ketidakadilan dalam masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk nurani pembaca agar keadilan social ditegakan dan diperjuangkan.
2.2.4.2 Perasaan ( Feeling )
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Dalam menghadapi tema keadilan social atau kemanusiaan, penyair banyak menampilkan kehidupan pengemis atau orang gelandangan.
Tema ketuhanan dapat kita temukan dalam sajak “Doa” karya chairil anwar dan “Padamu jua” karya Amir Hamzah. Karena sikap kedua penyair terhadap tuhan pada saat itu berbeda, maka perasaan yang dihasilkan juga berbeda. Rasa ketuhanan dalam “Doa” penuh kepasrahan dan kekhusyukan. Sedangkan dalam “padamu jua” rasa ketuhanan penuh dengan keraguan, penasaran dan kekecewaan. Demikian juga perbedaan perasaan ketuhanan Rendra Nampak dalam “Balada Penyaliban” dan dalam “Nyanyian Angsa”. Dalam sajak yang pertama Rendra menunjukkan rasa khusyuk terhadap agamanya sedangkan dalam sajak kedua Rendra menunjukkan rasa sangsi terhadap agamanya.
Rasa kagum Chairil Anwar terhadap pangeran diponegoro berbekas dengan rasa kagum Sanusi Pane terhadap Ki Hajar Dewantara. Perbedaan itu karena perbedaan sikap kedua penyair dan perbedaan nilai dan jenis kepahlawanan dari keduanya.
Rasa haru yang ditimbulkan ketika kita membaca “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar berbeda dengan rasa haru yang timbul karena membaca sajak Taufik Ismail seperti berikut ini:
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu

Ini dari kami bertiga
Pita hitam dari karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagai kakak yang ditembak mati
Siang tadi.
                                                                                    Taufik Ismail, 1966
Perbedaan perasaan haru itu disebabkan karena perbedaan keterlibatan batin antara Toto dengan Taufik. Toto begitu dalam melibatkan rasa harunya terhadap gadis kecil berkaleng kecil, sedangkan taufik kurang melibatkan keharuannya kepada tiga anak kecil yang membawa karangan bunga.
2.2.4.3 Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi. Seringkali puisi bernada santai karena penyair bersikap santai kepada pembaca.
Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Jika kita berbicara tentang sikap penyair, maka kita berbicara tentang nada; jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang suasana. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya. Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca. Nada kritik yang diberikan penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Nada religius dapat menimbulkan suasana khusyuk.
Berikut ini adalah puisi dengan nada menyindir yang bersifat sinis. Namun nada sinis tersebut bersifat filosifis juga karena merenungkan hakikat hidup kita. Pembaca harus merenungkan makna puisi ini, agar mampu menghayati pesan yang hendak disampaikan Subagio Satrowardojo.
Bulan ruwah
Kubur kita terpisah oleh tembok tinggi
Sebab aku punya Tuhan, dia orang kafir

Dia yaumulakhir
Roh kita dari kubur
Akan keluar berupa kelelawar
Akan berebut menyebut nama allah
Dengan cicit suaara kehausan darah

Kita sudah siap dengan daftar Tanya
Tuhan, yarobilalamin
Adakah kau islam atau Kristen
Apakah kitabmu: quran atau injil
Apakah bangsamu: seorang rus, cina atau jawa

Orang rus itu komunis yang menghina nabi dan agama
Orang cina suka makan babi. Itu terang jadi larangan
Orang jawa malas sembahyang, dan gemar pada mistik
Apakah bahasamu, apakah warna kulitmu, apakah asalmu
Apakah kau pakai peci dan sarung pelekat
Atau telanjang seperti seperti budak habsyi hitam pekat
---atau seperti bintang film berpotret di kamar mandi
Antara tanda kurung: adakah dia punya tuhan
Daftar Tanya kita tandai dengan cakaran hitam
Seribu tangan
                        Tetapi kalau tuhan tinggal diam seperti tugu
                        Kita akan bertindak desak keputusan
                        Kita rubuhkan batu bisu
                        Dengan kutuk dan serapah

                        Kita kembali bergantung di dahan
                        Dan bermimpi tentang sorga dan tuhan
                        Yang mirip rupa kita sajak semula
                        Kelelawar bercicit kehausan darah.
                                                                        Subagio Sastrowardojo, 1957
Dengan puisi di atas, Subagio mengajak pembaca merenung tentang tuhan dan ciptaannya. Kata-katanya tidak dapat kita hayati secara harfiah karena makna yang diungkapkan bersifat filosofis.
Dengan nada dan suasana hatinya, penyair memberikan kesan yang lebih mendalam kepada pembaca. Puisi bukan hanya ungkapan yang bersifat teknis, namun suatu ungkapan yang total karena seluruh aspek psikologis penyair turut terlibat dan aspek-aspek psikologis itu dikonsentrasikan untuk memperoleh daya gaib.
2.2.4.4 Amanat ( Pesan )
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi. Tujuan/ amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan. Menurut Herman J. Waluyo (1987:131) bahwa Amanat puisi dapat bermacam-macam, namun dengan memahami dasar pandangan, filosofi, dan aliran yang dianut oleh pengarangnya dapat memperkecil perbedaan. Amanat berhubungan dengan makna karya sastra ( meaning and significance ).
Berdasarkan pernyataan di atas amanat yang disampaikan penyair dapat bermacam-macam. Amanat penyair ditentukan oleh pengalaman kita bergulat membaca dan terlibat secara penuh dengan puisi. Kita harus berasumsi bahwa lewat puisinya, setiap penyair ingin mengungkapkan suatu makna yang mempertinggi martabat kemanusiaan.
2.3 Media Pengajaran
2.3.1 Pengertian Media Pengajaran
Media berasal dari bahasa latin “medium” yang berarti perantara. Media juga disebut sebagai alat peraga, audio visual, , instruksional material atau sekarang ini media lebih dikenal denagn media pembelajaran atau media instruksional. Menurut Ibrahim (19 : 4) media adalah segalah sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Media pengajaran menurut Hamalik (1989 : 23) adalah alat, method edan tehnik yang digunakan dalam rangka mengaktifkan komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar disekolah.
2.3.2 Manfaat Media Pengajaran
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, dua hal yang teramat penting adalah metode mengajar yang digunakan serta dukungan dari media pengajaran. Kedua aspek tersebut saling terkait datu sama lain. Pemilihan metode pengajaran sangat mempeengaruhi media pengajran yang digunakan. Hal tersebut berarti bahwa pemilihan media pengajaran harus didasarkan pada metode pengajaran yang digunakan. Fungsi dan Manfaat Media Pengajaran yang digunakan sebagai alat bantu dalam peroses belajar mengajar berfungsi untuk: “membangkitkan keinginan dan minat baru , membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa”. Dengna demikian penggunaan media pengajaran dapat membawa manfaat besar terhasap keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Nana Sudjana (2009:2) bahwa
Dengan penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi pembelajaran siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dpat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Penggunaan media pengajaran pada saat terjadinya pembelajaran dalam kelas diharapkan dapat mempertinggi minat dan perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal tersebut dapat mempertinggi motivasi siswa untuk mengikuti proses belajar mengjar. Selain hal tersebut dengan penggunaan media pengajaran maka siswa dapat melihat secara langsung, tidak hanya dengan kata-kata sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami apa yang disampaikan oleh guru dalam kelas.

Berdasarkan pendapat dia atas bahwa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar. Dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa. Menurut Nana Sudjana (2009:3) bahwa
Manfaat media pengajaran diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2.      Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
3.      Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
4.      Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain

Berdasarkan uraian di atas penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran yang berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan mulai dari berfikir konkret menuju ke berpikir abstrak dimulai dari berfikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.


2.3.3 Jenis dan Kriteria Memilih Media Pengajaran
Ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. Pertama media grafis, seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain. Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa   akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Menurut Nana sudjana (2009:4-5) bahwa
Dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut.
1.      Ketepatan dengan tujuan pengajaran: artinaya: media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan intruksional yang telah ditetapkan.
2.      Dukungan terhadap isi bahan pelajaran: artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sanagt memerlukan bantuan media agar mudah dipahami siswa.
3.      Kemudahan memperoleh media: artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar.
4.      Keterampilan guru dalam menggunakannya: artinya apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran.
5.      Tersedia waktu untuk menggunakannya: media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
6.      Sesuai dengan taraf berpikir siswa: memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dengan criteria pemilihan media, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana yang dianggap tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Kehadiran media dalam proses pengajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas guru, tapi harus sebaliknya yakni mempermudah guru dalam menjelaskan bahan pengajaran. Menurut Nana Sudjana (2009:6) bahwa
Dalam hubungannya dengan penggunaan media pada waktu berlangsungnya pengajaran setidak-tidaknya digunakan guru pada situasi sebagai berikut:
1.      Perhatikan siswa terhadap pengajaran sudah berkurang akibat kebosanan mendengarkan uraian guru.
2.      Bahan pengajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa
3.      Terbatasnya sumber pengajaran
4.      Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar cukup lama.

Dari penjelasan dia atas dapat disimpulkan bahwa peranan media dalam proses pengajaran dapat ditempatkan sebagai alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pengajaran. Juga sebagai alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. Media sebagai alat dan sumber pengajaran tidak bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru suatu hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran.
2.3.4 Gambar Fotografi Sebagai Media Pengajaran
Gambar fotografi merupakan salah satu media pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran. Hal itu disebabkan karena kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.
Gambar fotografi bisa dipergunakan baik untuk tujuan pengajaran individual, kelompok kecil maupun kelompok besar yang dibantu dengan proyektor atau opaque projector. Sedangkan guna memperoleh dampak tiga dimensi sepasang film ukuran 16 mm ditempatkan pada stereografhic viewer.
2.3.4.1 Pengertian Gambar Fotografi
Gambar fotografi merupakan salah satu media pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran hal ini disebabkan kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan dan tidak diproyeksikan untuk mengamatinya. Media gambar termasuk kepda gambar tetap atau still picture yang terdiri dari dua kelompok, yaitu: pertama flat opaque picture atau gambar datar tidak tembus pandang, misalnya gambar fotografi, gambar dan lukisan cetak. Kedua adalah transparent picture atau gambar tembus pandang, misalnya film slides, film strips dan transparancies. Menurut Nana Sudjana (2009:70) bahwa
Gambar fotografi pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam kemampuan berbahasa, kegiatan seni dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks.

Berdasarkan pendapat dia atas dapat disimpulkan bahwa gambar fotografi bisa dipergunakan oleh siswa secara individual dalam latihan membaca. Dan berdiskusi tentang sesuatu pelajaran tertentu yang dipadukan kepada mata pelajaran tertentu.


2.3.4.2 Kriteria Memilih Media Gambar Fotografi
Ada beberapa kriteria dalam memilih gambar-gambar yang memenuhi persyaratan bagi tujuan pengajaran. Dalam hal ini guru hendak menetapkan kegunaan-kegunaan gambar yang secara relatif memadai, dan memilihnya yang terbaik untuk tujuan khusus pengajaran. Menurut Nana Sudjana (2009:74) bahwa
Dalam memilih gambar fotografi ada lima kriteria untuk tujuan pengajaran:
1.      Gambar fotografi itu harus cukup memadai, artinya pantas untuk tujuan pengajaran yaitu harus menampilkan gagasan, bagian informasi atau satu konsep yang mendukung tujuan serta kebutuhan pengajaran.
2.      Gambar-gambar itu harus memenuhi syarat artistik yang bermutu.
3.      Gambar fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan jelas.
4.      Validitas gambar. Yaitu apakah gambar itu benar atau tidak
.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memilih gambar fotografi hendaknya memilih gambar yang realistis dan hidup. Pewarnaan yang bagus, dan harus cukup besar sehingga rinciannya bisa diamati untuk dipelajari. Gambar- gambar fotografi sebagai media visual pada setiap kegiatan pengajaran antara lain:
1)      Pergunakanlah gambar untuk tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang yag mengarahkan minat siswa kepada pokok-pook terpenting dalam pelajaran. Bilamana tujuan intruksionalnya yang ingin dicapai adalah kemampuan siswa memperbandingkan kondisi kehidupan wilayah utara belahan bumi, ditengah-tengah atau daerah khatulistiwa dan wilayah selatan belahan bumi, maka pengelompokokan gambar-gambarnya harus memperhatikan perbedaan yang jelas.
2)      Padukan gambar-gambar pada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian gambar-gambar fotografi didalam froses belajar-mengajar memerlukan keterpaduan. Bilamana gambar-gambar itu akan dipakai semuanya, perlu dipikirkan kemungkinan-kemuingkinannya dalam kaitan pokok-pokok pelajaran. Pameran gambar dipapan pengumuman pada umumnya mempunyai nilai kesan impresi sama seperti di dalam ruang kelas. Gambar-gambar yang riil sangat berfaedah untuk suatu mata pelajaran, karena maknanya akan membantu pemahaman para siswa dan cara itu akan ditiru untuk hal-ha yang sama di kemudian hari.
3)      Pergunakanlah gambar-gambar itu sedikit saja, dari pada menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif. Hematlah penggunaan gamabar yang mengandung makna, jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif, lebih baik dari pada dua laki mempertunjukan gambar-gambar yang serabut tanpa pilih-pilih.. banyaknya ilustrasi gambar secara berlebihan, akan mengakibatkan para siswa merasa dirongrong oleh sekelompok gambar yang memikat mereka, akan tetapi tidak menghasilkan kesan atau impresi visual yang jelas. Jadi yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasasan utama. Sekali gagasan utama dibentuk dengan baik ilustrasi tambahan bisa saja berfaedah untuk memperbesar konsep-konsep permulaan. Penyajian gambar hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dengan memperagakan konsep-konsep poko, artinya apa yang terpenting dari pelajaran itu. Lalu diperhatikan gambar lain yang menyertainya, lingkungannya dan lain-lain berturut-turut secara lengkap.
4)      Kurangilah penambahan kata-kata pada gambar, oleh karena gambar-gambar itu justru sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita dalam penyajian gagasan baru. Misalnya dalam pelajaran sejarah, para siswa dengan mempelajari gambar candi gaya jawa tengah dan jawa timur menjelaskan mengapa gambarnya tidak sama, apa ciri-ciri yang membedakan satu sama lain. Gurun bisa saja tidak mudah dipelajari oleh para siswa dengan bertempat tinggal di lingkungan hutan tropis, dengan demikian pula dengan supermarket terdengar asing bagi siswa–siswa yang hidup di kampung. Melalui gambar itulah mereka memperoleh kejelasan tentang istilah verbal. Guru yang baik akan menyadari bahwa dengan mengurangi deskripsi verbal kepada gambar-gambar yang dipertunjukan akan dirasakan manfaatnya terutama bagi para siswa pemula belajar membaca.
5)      Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar siswa akan didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainya. Keterampilan jenis keterbacaan visual dalam hal ini sangat diperlukan bagi para siswa dalam membaca gambar-gamabar itu.
6)      Mengevaluasi kemajuan kelas, bisa juga dengan memanfaatkan gambar- gambar baik secara umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan gambar datar, slides atau transparan untuk melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Pemakaian instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan guru, dalam upaya memperoleh hasil tes yang komprehensif serta menyeluruh.
2.3.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar Fotografi
Menurut Nana Sudjana (2009:71-72) bahwa mengemukakan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari gambar fotografi dalam hubungannya dengan kegiatan pelajaran, antara lain:
1.      Mudah dimanfaatkan di dalam kegiatan- belajar mengajar, karena praktis tanpa memerlukan perlengkapan apa-apa.
2.      Harganya relatif lebih murah daripada jenis-jenis media pengajaran yang lainnya, dan cara memperolehnya pun murah sekali tanpa perlu mengeluarkan biaya. Dengan memanfaatkan kalender bekas, majalah, surat kabar, dan bahan-bahan grafis lainnya.
3.      Gambar fotografi bisa dipergunakan dalam banyak hal, untuk berbagai jenjang pengajaran dan berbagai disiplin ilmu, mulai dari TK sampai dengan perguruan tinggi, dari ilmu-ilmu sosial sampai ilmu eksakta.
4.      Gambar fotografi dapat menerjemahkan konsep atau gagasan yang abstrak menjadi lebih realistik. Menurut Edgar Dale, gambar fotografi dapat mengubah tahap-tahap pengajaran, dari lambang kata (verbal symbols) beralih kepada tahapan yang lebih konkret yaitu lambang visual (visual symbols).
Sekalipun demikian setiap media pengajaran selalu mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu, begitu juga halnya dengan gambar fotografi. Kelemahannya antara lain:
1.      Beberapa gambarnya sudah cukup memadai akan tetapi tidak cukup besar ukurannya bila dipergunakan untuk tujuan pengajaran kelompok besar, kecuali gambar tersebut diproyeksikan melalui proyektor opek.
2.      Gambar fotografi adalah berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan bentuk sebenarnya yang berdimensi tiga. Kecuali bila dilengkapi dengan beberapa seri gambar untuk objek yang sama atau adegan yang diambil dilakukan dari berbagai sudut pemotretan yang berlainan.
3.      Gambar fotografi bagaimana pun indahnya tetap tidak memperlihatkan gerak seperti halnya gambar hidup. Namun demikian beberapa gambar fotografi seri yang disusun secara berurutan dapat memberikan kesan gerak bisa saja dicobakan, dengan maksud guna meningkatkan daya efektivitas proses belajar mengajar.