Jumat, 14 September 2012
Minggu, 09 September 2012
BAB 2 SKRIPSI PTK
BAB
2
PENERAPAN
MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA DALAM MENULIS
PUISI
2.1
Ihwal Menulis
2.1.1
Pengertian Menulis
Menulis
merupakan sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang
yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Menulis merupakan kegiatan untuk
menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat
dipahami oleh pembaca dan berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak
langsung.
Seorang
penulis tidak saja harus menguasai prinsip-prinsip menulis, berwawasan, dan
berpengetahuan luas (memadai), menguasai kaidah-kaidah bahasa, terampil
menyusun kalimat dalam sebuah paragraph tetapi juga harus mengetahui
prinsip-prinsip berpikir. Penulis harus memiliki berbagai informasi tentang apa
yang akan ditulis. Informasi tersebut dapat dieroleh dari membaca dan
mendengarkan dari berbagai sumber dan media informasi.
Menulis
merupakan keterampilan tertinggi yang dimiliki oleh seseorang untuk mengekspresikan
ide dan gagasan. Henri Guntur Tarigan (2008:3) bahwa
Menulis berarti mengekspresikan secara
tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan
hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang
lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis,
sederhana, dan mudah dimengerti.
Berdasarkan pendapat di
atas dapat dikatakan bahwa menulis merupakan kegiatan seseorang untuk
menyampaikan gagasan kepada pembaca dalam bahasa tulis agar bisa dipahami oleh
pembaca.
Kegiatan menulis sangat
penting dalam pendidikan karena dapat membantu, mengungkapkan gagasan dan
memecahkan masalah. Menurut Imron Rosidi (2009:3) bahwa:
Menulis adalah suatu bentuk berpikir
yang juga merupakan alat untuk membuat orang lain (pembaca) berpikir. Dengan
menulis seorang siswa mampu mengkonstruk berbagai ilmu atau pengetahuan yang
dimiliki dalam sebuah tulisan, baik dalam bentuk esai, artikel, laporan ilmiah,
cerpen, puisi dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa
yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung yang berupa
pemindahan pikiran atau perasaan dengan memanfaatkan grafolegi, struktur bahasa
dan kosakata. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis tetapi
harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Dalam kehidupan
modern ini, jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya
tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan
suatu cirri dari orang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
2.1.2
Manfaat Menulis
Banyak manfaat yang
dapat diperoleh dari kegiatan menulis, meskipun masih ada beberapa orang yang
tidak suka menulis karena belum tahu apa manfaat dibalik aktivitas dunia tulis
menulis.
Menurut Akhadiah
(1998:1) bahwa
Ada delapan manfaat dari kegiatan
menulis yaitu sebagai berikut:
1.
Menulis
dapat mengenali kemampuan dan potensi diri yang dimiliki
2.
Dapat
melatih dalam mengembangkan berbagai gagasan
3.
Akan
dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan
dengan topik yang ditulis
4.
Dapat
mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara
tersurat.
5.
Dapat
meninjau serta menilai gagasannya secara objektif
6.
Lebih
mudah memecahkan permasalahan dengan menganalisis permasalahan yang telah
tersurat dalam konteks yang lebih konkret
7.
Melalui
kegiatan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif
8.
Melalui
kegiatan menulis yang terencanakan dapat membiasakan penulis berpikir serta
berbahasa secara tertib dan teratur.
Berdasarkan
pernyataan di atas bahwa menulis merupakan suatu kepandaian yang sangat
bermanfaat bagi setiap orang. Dengan memiliki kepandaian itu, seseorang akan
mengungkapkan berbagai gagasan untuk dibaca oleh peminat yang luas.
Lebih
banyak manfaat menulis, yang dapat kita jadikan terapi diri secara berkala,
yang berguna bagi pengembangan diri kita. Sebenarnya, ini bukan hal yang aneh lagi,
karena dengan menulis kita bisa memetik
banyak manfaat, antara lain:
1.
Menghilangkan stress
Hal ini bisa dimengerti karena dengan menulis kita bisa
mencurahkan perasaan kita tanpa takut diketahui orang lain. Tidak semua orang
bisa dengan mudah menceritakan masalahnya pada orang lain. Hal ini tentu saja
dipengaruhi oleh watak masing-masing orang. Pembagian kepribadian secara
tradisional kita kenal ada dua, yaitu introvert dan ekstrovert. Introvert
adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertutup, sedangkan ekstrovert
adalah orang yang mempunyai kepribadian terbuka. Orang introvert tentu mengalami
kesulitan dalam berbicara pada orang lain. Ini tentu saja mendatangkan
kesulitan bagi orang introvert saat harus menyelesaikan masalahnya.
Menulis adalah solusi tepat bagi orang berkepribadian
introvert dalam membantu menghilangkan stres serta mengurangi beban pikirannya.
Orang dengan kepribadian ekstrovert tentu akan lebih mudah dalam berbagi dengan
orang lain. Namun, bukan berarti orang ekstrovert tidak memerlukan diari
sebagai bagian dari terapi. Justru orang dengan kepribadian ekstrovert akan
lebih mudah terbuka dan merefleksikan segala yang terjadi dalam dirinya, lebih
jujur, dan mudah menemukan berbagai sisi, yang membuatnya dapat menemukan
solusi dalam pemecahan masalahnya.
2.
Sebagai media merencanakan target yang
ingin dicapai
Menulis dapat kita gunakan untuk merencanakan hal-hal
apa saja yang ingin kita capai di masa yang akan datang. Perencanaan ini
dimaksudkan agar kita dapat meraih target yang diharapkan secara konkret.
Dengan menuliskan berbagai hal yang ingin dicapai, itu akan membantu kita dalam
memompa semangat dan meraih target tersebut. Kita akan senantiasa teringat
setiap kali membuka buku diari, dan merasa berkewajiban untuk segera meraih
target. Melalui perencanaan dapat kita analisis kelemahan dan kekurangan kita,
serta berbagai hal lainnya yang diperlukan dalam meraih target tersebut.
3.
Untuk menuliskan komitmen
komitmen merupakan hal pokok yang
diperlukan oleh setiap orang dalam meraih segala tujuan. Peneguhan janji dalam
bentuk komitmen ini diperlukan agar kita senantiasa mempunyai tekad yang kuat
dalam meraih tujuan kita. Apa jadinya sebuah tujuan tanpa komitmen yang kuat?
Berbagai rencana jitu dan ide brilian pun akan menjadi percuma, hanya karena
kita tidak mempunyai komitmen. Di saat berbagai rintangan dan hambatan yang menyertai
kita, maka hal yang perlu kita ingat agar tidak putus asa ditengan jalan,
adalah komitmen awal kita dalam meraih tujuan. Dengan menuliskannya, kita akan
selalu teringat akan janji awal kita, sekaligus sebagai tameng dalam setiap
kendala yang ada.
4.
Sebagai pengontrol target
Menuliskan setiap perkembangan atas
semua pencapaian target merupakan langkah selanjutnya setelah kita merencanakan
dan berkomitmen dalam meraih setiap target kita. Menulis akan membantu kita
dalam melihat hasil dari proses pencapaian usaha, yang kita lihat dengan target
yang ingin kita capai. Dengan begitu, kita akan mudah mengetahui arah
perkembangan kemajuan yang kita capai. Mengontrol setiap perkembangan yang
dicapai akan membuat kita tidak menyimpang dari tujuan semula. Sering kali,
dalam pencapaian suatu tujuan, di tengah jalan kita menemukan banyak
pengembangan gagasan maupun ide. Hal ini tidaklah salah. Namun, terlalu banyak
pengembangan justru semakin mengaburkan tujuan semula, dan arahnya pun menjadi
tidak fokus. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat kontrol yang tepat dalam
mencapai target yang diharapkan, yaitu diari.
5.
Alat mempormulasikan ide baru
Setelah menuliskan setiap
perkembanngan yang terjadi dalam diari, tentu kita dapat melihat berbagai hal
yang akan membuat kita menjadi lebih jeli dalam melihat segala hal yang
terjadi. Ide dan rencana awal yang kita buat belum tentu sesuai dengan kondisi
yang ada. Kondisi ini tentu saja membuat kita perlu menambah berbagai rencana
baru yang sesuai dengan kondisi yang ada. Berarti, kita perlu menuliskan atau
memformulasikan ide-ide atau gagasan yang baru. Hal ini dimaksudkan agar kita
lebih mudah dalam menyelesaikan setiap permasalahan dan mengatasi kekurangan
yang ada, sehingga akan lebih mudah pula dalam mencapai target kita.
6.
Sebagai gudang inspirasi
Menulis adalah tempat untuk menuliskan
berbagai ide yang muncul supaya memudahkan kita dalam menemukan solusi baru
yang lebih efektif dalam menyelesaikan sebuah masalah. Diari adalah sumber
inspirasi bagi pemunculan ide-ide baru. Ide baru yang muncul tentang cara mencapai
target, komitmen, maupun mimpi baru yang ingin kita capai, tidak boleh dianggap
remeh. Oleh karena itu, jangan pernah menyepelekan sebuah ide, meskipun pada
awalnya kita menganggap ide itu tidak relevan dengan kenyataan. Tapi, bisa jadi
ide awal tersebut inspirasi bagi kita untuk menemukan sebuah solusi yang
kreatif.
7.
Alat penyimpan memori
Kemampuan manusia untuk mengingat
peristiwa, pengetahuan, maupun hal unik lainnya tentu terbatas. Orang tentu
tidak dapat mengingat semua kejadian yang berlangsung dalam hidupnya sekaligus.
Bahkan, manusia jenius sekalipun tentu mengalami kelupaan untuk beberapa
peristiwa dalam hidupnya. Keakuratan data dan peristiwa secara detail tidak
dapat diingat oleh manusia secara persis. Maknya, diperlukan pencatatan supaya
memudahkan kita dalam melakukan proses rehearsal (mengingat kembali memori yang
kita simpan), dan mengambil hikmah atas setiap kejadian, karena tentu ada
hikmah yang dapat kita petik dan dijadikan pelajaran berharga.
8.
Alat memudahkan penyelesaian masalah
Setiap permasalahan yang berhasil
kita selesaikan akan melatih kita dalam menyelesaikan masalah berikutnya. Cara
penyelesaian masalah itu bisa saja menjadi acuan kita dalam menyelesaikan
masalah serupa atau yang hampir sama. Memang, solusi atas sebuah permasalahan
tidak dapat kita jadikan solusi atas masalah yang lainnya. Namun, setidaknya
kita bisa mempelajari teknik pengambilan keputusan yang telah kita buat, dan
supaya hal itu mempermudah kita dalam menyelesaikan masalah lainnya.
9.
Sebagai media refleksi dan kebijaksanaan
Menuliskan segala perasaan, masalah,
dan konflik yang terjadi dalam hidup akan membuat orang semakin bijaksana.
Karena, dengan menulis diari kita akan belajar berkompromi dengan setiap
masalah yang ada. Belajar memahami masalah dan tidak sekadar mengutamakan ego
semata. Semakin banyak kita melibatkan proses menulis dalam menghadapi
permasalahan, kita akan semakin peka, tidak terburu-buru, bijakasana, dan mampu
menggunakan kepala yang dingin ketika memutuskan sesuatu. Karena, terkadang
kita tidak dapat melihat masalah dengan jelas jika kita tidak memetakannya
dalam tulisan. Dengan menulis, segala sisi persoalan akan terlihat lebih jelas,
dan itu memudahkan kita dalam mencari solusinya.
2.1.3
Tujuan Menulis
Seorang tergerak menulis karena
memiliki tujuan-tujuan yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan publik
pembacanya, karena tulisan pada dasarnya adalah sarana untuk menyampaikan
pendapat atau gagasan agar dapat dipahami dan diterima orang lain. Tulisan
dengan demikian menjadi salah satu sarana berkomunikasi yang cukup efektif dan
efesien untuk menjangkau khalayak masa yang luas. Atas dasar pemikiran inilah,
maka tujuan menulis dapat dirunut dari tujuan-tujuan komunikasi yang cukup
mendasar dalam konteks pengembangan peradapan dan kebudayaan mesyarakat itu
sendiri. Adapun tujuan penulisan tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Menginformasikan
segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa termasuk pendapat dan
pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh
pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yangdapat maupun yang
terjadi di muka bumi ini.
2.
Membujuk; melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula
pembaca dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakannya.
Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan menggunakan gaya
bahasa yang persuasif. Oleh karena itu, fungsi persuasi dari sebuah tulisan
akan dapat menghasilkan apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya bahasa
yang menarik, akrab, bersahabat, dan mudah dicerna.
3.
Mendidik adalah salah satu tujuan dari
komunikasi melalui tulisan. Melalui membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan
seseorang akan terus bertambah, kecerdasan terus diasah, yang pada akhirnya
akan menentukan perilaku seseorang. Orang-orang yang berpendidikan
misalnya, cenderung lebih terbuka dan penuh toleransi, lebih menghargai
pendapat orang lain, dan tentu saja cenderung lebih rasional.
4.
Menghibur;
fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, bukan monopoli media massa,
radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan dalam menghibur khalayak
pembacanya. Tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan “ringan” yang kaya dengan
anekdot, cerita dan pengalaman lucu bisa pula menjadi bacaan penglipur lara
atau untuk melepaskan ketegangan setelah seharian sibuk
beraktifitas.
Setiap orang yang hendak menulis tentu mempunyai
niat atau maksud di dalam hati atau pikiran apa yang hendak dicapainya. Niat
atau maksud itulah yang dinamakan tujuan menulis. Mengenal tujaun merupakan
langkah awal yang penting dalam menulis. Menurut Atar Semi (2007:14) bahwa:
1.
Memberikan
arahan, yakni memberikan petunjuk kepada orang lain dalam mengerjakan sesuatu,
misalnya petunjuk cara menggunakan mesin, merangkai bunga, dan sebagainya.
2.
Menjelaskan
sesuatu, yakni memberikan uraian atau penjelasan tentang suatu hal yang harus
diketahui orang lain, misalnya menjelaskan mengenai manfaat lari bagi kesehatan
jantung.
3.
Menceritakan
kejadian, yakni memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu
tempat pada suatu waktu, misalnya menceritakan tentang perjuangan Sultan
Hasanuddin.
4.
Meringkaskan,
yakni membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi lebih singkat, misalnya
dari 150 halaman menjadi 10 halaman, maupun ide pokoknya tidak hilang.
5.
Meyakinkan,
yakni tulisan berusaha meyakinkan orang lain agar setuju atau sependapat
dengannya. Barangkali tujuan menulis yang paling umum digunakan adalah tujuan
meyakinkan ini.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar untuk
berpikir. Juga dapat menolong kita berpikir secara kritis. Juga dapat
memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya
tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi,
menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan dapat membantu menjelaskan
pikiran-pikiran kita dan menemukan apa yang sebenarnya kita pikirkan dan
rasakan mengenai orang-orang, gagasan-gagasan, masalah-masalah, dan
kejadian-kejadian dalam proses menulis yang aktual.
Penulis memproyeksikan sesuatu mengenai dirinya ke
dalam sepenggal tulisan. bahkan dalam tulisan yang objektif ataupun yang tidak
mengenai orang tertentu sekalipun, penulis memegang suatu peranan tertentu dan
tulisannya mengandung nada yang sesuai dengan maksud dan tujuannya. Penulis
tidak hanya diharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi,
tetapi juga harus menentukan siapa pembaca karyanya itu dan apa maksud dan
tujuannya.
2.1.4
Menulis Sebagai Proses Pemecahan Masalah Secara Kreatif
Kegiatan
menulis secara hakiki merupakan terapeotik atau pengobatan diri seseorang.
Melalui sebuah tulisan, seseorang dapat mengungkapkan masalah yang dihadapi.
Dengan tulisan pula, seseorang dapat mengurangi beban yang terpendam dalam
hati.
Sebuah tulisan suatu saat dapat juga dimanfaatkan
oleh seseorang jika menghadapi suatu masalah. Ia dapat membaca- baca tulisan
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Bertolak dari bacaan itulah, ia
dapat menyelesaikan masalahnya. Melalui tulisan yang dibaca masalah yang tengah
dihadapi dapat terpecahkan. Menurut Imron Rosidi (2009:13) bahwa:
Sebagai penulis
tentu harus memperoleh berbagai informasi tentang pembaca karena pembacalah
yang akan mengkonsumsi tulisan seorang penulis, informasi tersebut meliputi:
a)
Spesifikasi
pembaca: penulis perlu mempertimbangkan antara pembaca umum atau pembaca
khusus; untuk semua orang atau untuk kalangan atau profesi tertentu.
b)
Tingkat
pendidikan pembaca: apakah tulisan tersebut untuk dikonsumsi anak TK, SD, SMP
atau SMA yang telah memasuki masa remaja atau orang dewasa?
c)
Hal-hal
yang dianggap penting oleh pembaca: seorang penulisharus dapat memprediksi
tulisan yang dibutuhkan pembaca
d)
Kadar
kesibukan pembaca: penulis perlu mempertimbangkan seberapa banyak waktu yang
digunakan oleh pembaca terhadap sebuah tulisan.
Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa menulis
sebagai proses pemecahan masalah secara kreatif harus mempertimbangkan
penjelasan yang rinci dalam sebuah tulisan untuk menjadikan tulisan tersebut
semakin berguna. Penulis juga harus memperhatikan sasaran tulisannya apakah
untuk golongan tertentu ataukah untuk semua golongan.
Menulis
merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berfikir divergen
(menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya
dengan melukis. Pelukis memiliki banyak ide, gagasan, pendapat, pikiran,
perasaan, serta obsesi yang akan dilukiskannya. Kendatipun secara teknis ada
kriteria yang dapat diikuti, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat
bergantung pada kepiawaian, imajinasi, dan kekreatifan penulis dalam
mengungkapkan gagasan.
Tulisan
yang baik dapat diibaratkan sebagai makanan yang bergizi, enak dimakan dan
menyehatkan. Oleh karena itu, seorang penulis di tuntut kreatif dalam
merumuskan masalah, merencanakan dan mengembangkan tulisan, dan mengakhiri
tulisan. Untuk itu, diperlukan penguasaan serta kemampuan bahasa tulis sesuai
dengan bidang ilmu masing-masing. Sebagai proses kreatif yang berlangsung
secara kognitif, menulis terdiri atas
empat tahap.
Tahap
pertama dalam proses kreatif adalah persiapan atau prapenulisan yaitu ketika
seseorang merencanakan, menyiapkan diri, mengumpulkan dan mencari informasi,
merumuskan masalah, menentukan arah dan fokus tulisan, mengolah informasi,
menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang akan dihadapi,
berdiskusi, membaca, mengamati, melakukan survei, dan lain-lain. Semua ini akan
memperkaya masukan kognitif untuk diproses pada tahap selanjutnya.
Tahap
kedua inkubasi–ketika seseorang membroses informasi yang telah dimiliki
sedemikian rupa, sehingga mengantarkan pada ditemukannya pemecahan masalah,
jalan keluar/solusi yang dicarinya. Proses inkubasi ini seringkali terjadi
secara tidak sengaja atau tidak disadari dan memang berlangsung dalam kawasan
bawah sadar, yang pada dasarnya melibatkan perluasan pikiran. Selain itu,
proses inkubasi dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun.
Tahap
ketiga, iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi yaitu gagasan datang seakan
tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini apa yang telah lama
kita pikirkan menemukan pemecahan atau jalan keluarnya. Iluminasi tidak
mengenal waktu dan tempat.
Tahap
keempat, verivikasi/evaluasi yaitu apa yang dituliskan sebagai hasil tahap
eleminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan focus
laporan/tulisan diinginkan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan atau
ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dikembangkan, disempurnakan, dan lain-lain.
Jadi, dalam tahap keempat ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis
itu sesuai atau tidak dengan realita soaial, budaya, nilai-nilai, norma-norma,
serta aturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang bersangkutan.
Disinilah seorang penulis dituntut kepiawaian, kecerdasan, ketelitian, dan
kekreatifannya dalam menulis.
Menulis
sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian tahapan dikaitkan dengan
pembelajaran, berarti kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bimbingan dari
guru secara nyata untuk mencapai keterampilan menulis yang diharapkan. Melalui
tahapan tersebut siswa dapat mengetahui keterbatasannya secara jelas dan
sekaligus berupaya meningkatkan kemampuannya secara bertahap dan
berkesinambungan.
Menulis
sebagai proses berpikir berkaitan erat dengan membaca.
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian aktivitas yang fleksibel berkaitan erat dengan membaca. Hal itu dapat dilihat dari :
Menulis sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian aktivitas yang fleksibel berkaitan erat dengan membaca. Hal itu dapat dilihat dari :
1) segi sebelum menulis diperlukan
berbagai pengetahuan awal dan informasi yang berkaitan dengan topik yang
digaraf. Untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan tersebut membaca
merupakan sarana yang paling tepat.
2) dilihat dari segi saat-setelah
menulis, membaca merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dengan kegiatan
menulis pada tahap perbaikan, penyuntingan. Penulis pada dasarnya adalah
pembaca berulang-ulang terhadap tulisannya.
Menulis
sebagai proses berpikir yang menghasilkan kreativitas berupa karangan, baik
karangan ilmiah maupun karangan sastra. Karangan sebagai bukti kreativitas
diperoleh melalui serangkaian aktivitas menulis. Rangkaian aktivitas menulis
adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tompkins (1994:126), yakni pramenulis,
pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi.
Menulis
sebagai proses berpikir yang terdiri atas serangkaian tahapan dikaitkan dengan
pembelajaran, berarti kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bimbingan dari
guru secara nyata untuk mencapai keterampilan menulis yang diharapkan. Melalui
tahapan tersebut siswa dapat mengetahui keterbatasannya secara jelas dan
sekaligus berupaya meningkatkan kemampuannya secara bertahap dan
berkesinambungan.
2.2 Puisi
2.2.1 Pengertian Puisi
Puisi Indonesia adalah suatu bentuk puisi yang baru
yang sebelumnya tidak dikenal dalam tradisi puisi Indonesia asli. Sebagaimana
dengan kesusastraan modern. Puisi Indonesia modern juga merupakan bentuk sastra
hasil persentuhan dengan tradisi sastra asing, terutama kesusastraan barat. Di
dalam sastra, persentuhan itu tidak hanya terbatas menghasilkan
perubahan-perubahan dalam struktur, tapi juga dalam tema, sikap dan visi
kepengarangan. Perubahan-perubahan dan gejala-gejala yang terlihat di dalam
struktur dapat menjelaskan dan dijelaskan melalui proses perubahan dalam tema,
sikap dan visi kepengarangan.
Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra
bersifat imajinatif, bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan
makna kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk karya sastra
lain puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih memiliki banyak
kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau
pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi.
Menurut Herman J. Waluyo menyatakan bahwa:Puisi
merupakan suatu bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai cirri kgasnya. (1987:22).
Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin
puisi maka Hebert Spencer menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan
gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan (Clive
Sansom, 1960:5). Sedangkan Samuel Jhonsen menyatakan bahwa puisi adalah
peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada emosi
yang berpadu kembali dalam kedamaian (Tarigan, 1984:5).
Sesuai dengan pengertian yang diuraikan di atas
berkenaan dengan bentuk fisik puisi dan bentuk batin puisi. Bentuk fisik dan
bentuk batin lazim disebut pula dengan bahasa dan isi atau tema dan struktur
atau bentuk dan isi. Marjorie bulton menyebut kedua unsure pembentuk puisi itu
dengan bentuk fisik (phisycal form)
dan bentuk mental (mental form).
(Marjorie Bulton, 1979:79). Bentuk fisik puisi dan bentuk mental itu bersatu
padu menyatu raga. Namun demikian keduanya dapat dianalisis karena bentuk fisik
dan bentuk batin itu juga didukung oleh unsur-unsur yang secara fungsional membentuk
puisi.
Jika dihubungkan dengan makna yang harus dikemukakan
oleh penyair. Mattew Arnold menyatakan bahwa puisi hendaknya mengemukakan
kritik terhadap kehidupan dan kritik itu merupakan reaksi penyair terhadap
dunia (Sansom, 1960:5). Sedangkan Auden menyatakan bahwa yang diungkapkan
penyair adalah perasaan yang kacau (Kennedy, 1971:331). Pengalaman yang
diungkapkan penyair disamping bersifat emosional juga harus bersifat imajinatif
(Tarigan, 1984:7-8).
Prof. Dr. conny semiawan menyatakan bahwa seorang
seniman dapat menghasilkan kreativitas jika sedang dalam “passion” yang berarti
suasana jiwa yang luar biasa. Pengalaman jiwa dalam “passion” betul-betul
disertai emosi yang mendalam yang menghasilkan semangat luar biasa dan mampu
menghasilkan “ego integritas”. Dengan “passion”
puisi mampu mempengaruhi siapa pun yang membacanya. “passion” itu terjadi di atas tingkat kreativitas penyair, yakni
pada saat seseorang mengalami kedalaman emosi luar biasa melebihi “mood”.
2.2.2
Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri
dari unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur tadi dinyatakan bersifat padu karena
tidak dapat dipisahkan tanpa mengaitkan unsure yang lainnya. Unsur-unsur itu
bersifat fungsional dalam kesatuannya dan juga bersifat fungsional terhadap
unsur lainnya.
Gambaran tentang puisi sebagai suatu struktur utuh
dapat kita lihat dari tambang jawa tadi. Sebuah tambang jawa tidak hanya diatur
oleh struktur bunyi, suku kata, dan baris namun juga diatur oleh aturan makna
tersendiri yang harus memenuhi syarat. Meskipun aturan kebahasaan sudah
memenuhi syarat, jika aturan makna tidak dipenuhi, maka tambang jawa tersebut
tidak bernilai.
Berikut ini adalah
sebuah contoh puisi karya Toto Sudarto Bachtiar.
Gadis Peminta-Minta
Setiap
kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah
padaku pada bulan merah jambu
Tapi
kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin
aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang
ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup
dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira
dari kemayaan riang
Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas
di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa
begitu murni, terlalu murni
Untuk
dapat membagi dukaku
Kalau
kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan
di atas itu tak ada yang punya
Dan
kotaku, oh kotaku
Hidupnya
tak lagi punya tanda.
Dalam puisi yang dipenuhi nada keharuan penyair itu,
kita dapat menangkap lambing, kiasan, bunyi, pilihan kata, dan unsure puisi
yang khas untuk nada terharu tersebut. Ungkapan/senyummu terlalu kekal untuk
kenal duka/ dan /tengadah padaku pada bulan merah jambu/ sangat tepat untuk
menggambarkan suasana sedih dan terharu semacam itu. Kesedihan dan keterharuan
bukan seperti yang dialami penyair dalam puisi di atas. Kesedihan dan keharuan
penyair bukan disebabkan oleh keadaan dirinya sendiri yang menderita atau sanak
saudaranya, namun oleh keadaan “gadis kecil berkaleng kecil”. Kesedihan dan
keharuan oleh rasa solidaritas kemanusiaan. Oleh sebab itu. Ungkapan-ungkapan
yang dicetuskan tidak terlalu menghancurkan perasaan namun cukup membuat diri
pembaca terharu.
Apa yang kita lihat melalui bahasanya yang Nampak,
kita sebut struktur fisik puisi yang secara tradisional disebut bentuk atau
bahasa atau unsure bunyi. Sedangkan makna yang terkandung di dalam puisi yang
tidak secara langsung dapat kita hayati, disebut struktur batin atau struktur
makna. Kedua unsure tersebut disebut struktur karena terdiri atas unsur-unsur
lebih kecil yang bersama-sama membangun kesatuan sebagai struktur.
Struktur fisik seringkali disebut juga struktur
sintaktik puisi. Istilah ini memang tidak tepat, sebab kesatuan unsur-unsur kebahasaan
dalam puisi tidak membentuk struktur sintaktik tetapi membentuk baris-baris
puisi. Oleh sebab itu, penulis merasa sebutan struktur fisik lebih tepat.
Sedangkan struktur batin seringkali disebut struktur tematik atau struktur
semantik. Penamaan tersebut kurang tepat juga, oleh sebab itu penulis
menggunakan istilah struktur batin karena berisi ungkapan batin penulisnya. Menurut
Dick Hartoko dalam Herman Waluyo (1987:27) bahwa
Menyebutkan
adanya dua unsur penting dalam puisi, yakni unsure tematik atau unsur semantik
puisi dengan unsur sintaktik puisi. Unsur tematik atau semantik menunjukan kea
arah struktur batin, sedangkan unsur sintaktik menunjukan ke struktur fisik.
tersendiri. Yang menjadi inti puisi adalah unsure tematik yang diungkapkan
melalui medium bahasa yang mengandung kesatuan sintaksis. Untuk pengungkapan
itu, makna puisi diwujudkan dengan berbagai cara.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa puisi terdiri
atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Selanjutnya
bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai
sebuah wacana. Struktur fisik puisi adalah medium pengungkap struktur batin
puisi. Baris-baris puisi dibedakan dari baris prosa karena setiap baris puisi
menunjukan adanya kesenyapan yang menunjukan bahwa setiap baris puisi
mengungkapkan kesatuan makna yang belum tentu harus menjadi bagian dari kesatuan
makna baris berikutnya.
Kesenyapan memberikan corak puisi berbeda dari
bentuk karya sastra yang lainnya. Kesenyapan dalam baris-baris puisi menunjukan
bahwa sebuah baris yang nampaknya seperti bagian dari kalimat atau bagian dari
suatu kesatuan sintaksis yang mungkin merupakan bentuk kesatuan makna yang
lebih luas dari kesatuan-kesatuan sintaksis yang biasanya dimiliki oleh sebuah
prosa.
2.2.3 Metode Puisi
Unsur-unsur bentuk puisi atau struktur fisik puisi
dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsure estetik yang membangun
struktur luar dalam puisi. Unsure-unsur tersebut dapat ditelaah satu persatu.
Tetapi unsure-unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur tersebut
ialah: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), persivikasi
dan tata wajah puisi.
Perbedaan penyair, jaman, latar belakang social
budaya, pendidikan, dan agama, member warna terhadap perbedaan dalam pemilihan
kata-kata. Penyair dari jawa dengan bahasa ibu bahasa jawa biasanya kurang
merasa puas menggunakan istilah bahasa Indonesia untuk kata-kata khas jawa yang
padan kata indonesianya kurang tepat sama.
Amir Hamzah banyak menggunakan kata-kata dari bahasa
sanksekerta atau melayu kuno karena kata-kata tersebut dipandang memiliki
kekuatan dalam pengucapan makna. kita jumpai kata-kata sebagai berikut: leka,
dewangga, melayah, menepis, marak, mengorak, corak, kandil, pelik, aduhai,
kulum, mengurai kelopak, sulang- menyulang dan sebagainya. Keadaan serupa juga
digunkan oleh para penyair pujangga baru yang lain, seperti J.E. Tatengkeng dan
Sanusi Pane. Penggunaan kata-kata kuno itu menimbulkan kesan bahasa yang lebih
tinggi.
Para penyair memilih kata-kata dengan makna kias,
atau bahkan dengan makna lambing. Hal ini tidak dapat kita jumpai dalam bahasa
sehari-hari. Menafsirkan puisi juga harus memahami konvensi sastra, yakni bahwa
bahasanya bersifat konotatif.
2.2.3.1 Diksi
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab
kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam
rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan
kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu disamping memilih
kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau
daya magis dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna menurut kehendak
penyair.
Karena begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka
bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat dalam pemilihannya. Karena
pemilihan kata-kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata
yang sudah dipilih oleh penyair untukpuisinya bersifat absolut dan tidak bisa
diganti dengan kata yang lainnya.
2.2.3.1.1 Pembendaharaan Kata
Pembendaharaan kata penyair disamping sangat penting
untuk kekuatan ekspresi, juga menunjukan ciri khas penyair. Dalam memilih
kata-kata, disamping penyair memilih berdasarkan makna yang akan disampaikan
dan tingkat perasaan serta suasana batinnya juga dilatarbelakangi oleh factor
social budaya penyair. Suasana perasaan penyair juga menentukan pilihan kata.
Dalam suasana perasaan marah yang meledak-ledak penyair akan memilih kata-kata
yang mewakili kemarahannya itu yang tentu saja berbeda dengan kata-kata yang
dipilihnya untuk mewakili perasaan cinta atau rindu. Intensitas perasaan
penyair, kadar emosi, cinta, benci, rindu dan sebagainya dapat menentukan
pemilihan kata.
Karena puisi yang dibicarakan ini adalah puisi
tertulis, maka kedudukan kata itu sendiri sangat menentukan makna; dalam puisi
lisan; makna kata juga ditentukan oleh lagu, tekanan, dan suara pada saat
kata-kata itu dilisankan. Penyair seringkali memilih kata-kata khas yang
maknanya hanya dapat dipahami setelah menelaah latar belakang penyairnya.
Dalam puisi protes, kritik social dan puisi
demonstrasi banyak diungkapkan kata-kata yang berisi pembelaan secara keras
terhadap kelompoknya dan ancaman keras terhadap yang dikritiknya. Oleh sebab
itu untuk pihak yang dikritik digunakan kata-kata yang kasar atau umpatan,
sebaliknya untuk pihak yang dibela digunakan kata-kata manis, penuh pujian dan
penghargaan.
2.2.3.1.2 Urutan Kata (Word Order)
Dalam puisi, urutan kata bersifat beku artinya
urutan itu tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak
berubah oleh oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun urutan kata-kata itu
bersifat khas karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair yang
lainnya. Dapat pula dinyatakan bahwa ada perbedaan teknik menyusun urutan kata,
baik urutan dalam tiap baris maupun urutan dalam suatu bait puisi. Dalam
puisinya yang bersifat duka, chairil anwar memulai bait pertama dengan baris
sebagai berikut:
Kelam
dan angin lalu mempesiang diriku
Menggigir
juga ruang dimana dia yang kuingin
Malam
tambah merasuk, rimba jadi memati tugu
Di
karet, dikaret (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
(“Yang
terempas dan yang putus”,1949)
Susunan kata-kata di atas tidak dapat diubah
walaupun perubahan itu tidak mengubah makna. penyair telah memperhitungkan
secara matang susunan kata-kata itu. Jika diubah urutannya, maka daya magis
kata-kata itu akan hilang. Keharmonisan antarbunyi yang terdapat di dalamnya
juga akan terganggu karena susunan kata tersebut menimbulkan efek psikologis.
Urutan kata-kata dalam puisi Chairil Anwar yang
sedih berbeda dengan urutan kata dalam puisinya yang bersemangat, seperti
“krawang Bekasi” seperti berikut ini:
Kami
yang kini terbaring antara kerrawang bekasi
Tidak bisa teriak merdeka dan angkat
senjata lagi
Tapi
siapakah yang tidak mendengar deru kami
Terbayang
kami maju dan berdegap hati
Kami
berbicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami
mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang,
kenanglah kami.
(“Kerawang-Bekasi”,
1946)
Subjek kalimat dalam puisi ini diletakkan pada awal
baris dan tidak seperti puisi terdahulu yang mulai dengan keterangan keadaan.
Dalam puisi yang bersemangat ini, penonjolan subjek dipandang penting.
Sedangkan dalam puisi duka, penonjolan keterangan keadaan akan lebih membantu
penggambaran suasana kedukaan itu.
Sutardji Calzoum Bachri sangat cermat menyusun
urutan kata-kata dalam puisinya. Bahkan urutan kata itu ditempatkan begitu rapi
sehingga membentuk gambar. Maka puisinya sering disebut puisi grafis karena
mementingkan efek visual dari penyusunan baris puisinya. Sebagai contoh
sajaknya yang berjudul “Pot” tidak dapat diubah-ubah urutannya. Bahkan juga
letak kata-katanya harus sesuai dengan komposisi yang dikehendaki Sutardji.
POT
Pot apa pot itu
pot kaukah pot aku
Pot pot pot
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
Pot pot pot
Pot
apa potitu pot kaukah potaku?
POT
(“Pot”,
1970)
Demikian urutan kata-kata dalam puisi yang disusun
secara cermat oleh penyair. Jika urutannya diubah, maka akan terganggu
keharmonisan komposisi kata-kata itu. Disamping itu, urutan kata-kata juga
mendukung perasaan dan nada yang diinginkan penyair. Jika urutan katanya
diubah, maka perasaan dan nada yang ditimbulkan akan berubah pula.
2.2.3.1.3 Daya Sugesti Kata-kata
Dalam memilih kata-kata, penyair mempertimbangkan daya
sugesti kata-kata itu. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata yang dipandang
sangat tepat mewakili perasaan penyair. Karena ketepatan pilihan kata dan
ketepatan penempatannya, maka kata-kata itu seolah-olah memancarkan daya gaib
yang mampu memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut sedih, terharu
bersemangat, marah dan sebagainya.
Untuk mengungkapkan semangat hidupnya yang
berapi-api dan tidak dapat dilawan oleh siapapun, chairil anwar
mengungkapkannya dengan bait puisi berikut ini:
Aku ini binatang jalang/ dari kumpulannya terbuang/
biar peluru menembus kulitku/ kutetap meradang, menerjang/ luka dan bisa kubawa
berlari/ berlari/ hingga hilang pedih perih/ dan lebih tidak peduli/ kumau
hidup seribu tahun lagi.
(“Aku”
1942.)
Kata-kata yang sugestif ini akan dibahas lagi dalam
lambing dan kiasan. Dengan lambing dan kiasan, kata-kata pilihan penyair
memiliki kekuatan mensugesti pembaca. Bahasa puisi lebih bersifat konotatif
daripada bahasa prosa. Hal ini antara lain diusahakan untuk memperoleh daya
sugesti itu.
2.2.3.2 Pengimajian
Ada hubungan yang erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dank arena
itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan,
pendengaran, atau cita rasa. Menurut
Herman J. Waluyo (1987:78) bahwa
Pengimajian
dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan
perasaan. Bait atau baris puisi itu seolah seolah mengandung gema, suara (imaji
auditif) , benda yang Nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat dirasakan
(imaji taktil).
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa ungkapan
perasaan penyair dijelemakan ke dalam gambaran konkret mirip music atau
gambaran atau cita rasa tertentu. Jika penyair menginginkan imaji pendengaran
(auditif), maka jika kita menghayati puisi, seolah-olah melukiskan sesuatu yang
bergerak-gerak ; jika imaji taktil yang ingin digambarkan, maka pembaca
seolah-olah merasakan sentuhan perasaan.
Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata yang
konkret dank has. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji visual,
imaji auditif, dan imaji taktil (cita rasa). Ketiganya digambarkan atas
bayangan konkret dan apa yang dapat kita hayati secara nyata.
Baris-baris puisi Rendra dibawah ini menunjukan
adanya pengimajian sehingga menimbulkan imaji visual:
Suatu demi satu maju terhadap darahnya
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
(“Balada
terbunuhnya atmo karpo”)
Pengimajian juga berarti mengingatkan kembali
pengalaman yang pernah terjadi karena kemahiran penyair dalam menggambarkan
suatu peristiwa. Sebagai contoh dalam puisi “Doa” karya Chairil Anwar, pembaca
dibawa penyair untuk membayangkan diri kita sendiri yang mengalami krisis iman.
Kemudian penyair meyakini bahwa tidak ada jalan lain baginya kecuali kembali
kepada tuhan, ke jalan tuhan.
Tuhanku/aku
hilang bentuk/ remuk/ Tuhanku/ aku mengembara di negeri asing/ tuhanku/ di
pintuMu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling.
(“Doa,
1943)
Dengan pengimajiannya yang cukup jelas, pembaca
seakan ikut mengusapkan tangan di dada, menyadari dosa-dosanya. Kemudian
pembaca merasa yakin bahwa hanya dengan mengikuti jalan tuhanlah kita akan
selamat.
2.2.3.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca,
maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya ialah kata-kata itu dapat menyaran
kepada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret
juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambing. Jika penyair mahir
memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau
merasa apa yang dilukiskan penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh
secara batin ke dalam puisinya.
Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian
yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab
terjadinya pengimajian itu. Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat
membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.
Kembali kepada sajak “Gadis peminta-minta” yang telah dikutip di depan, untuk
melukiskan gadis itu benar-benar seorang pengemis gembel, maka penyair
menggunakan kata-kata “gadis kecil berkaleng kecil”. Lukisan itu lebih konkret
daripada “gadis peminta-minta” atau “gadis miskin” begitu saja. Untuk
melukiskan tempat tidur pengap di bawah jembatan yang hanya dapat untuk
melentangkan tubuh. Untuk memperkonkret dunia pengemis yang penuh kemayaan,
penyair menulis : hidup dari kehidupan
angan-angan gemerlapan/ gembira dari
kemayaan riang. Untuk memperkonkret kedudukannya penyair menulis: “bulan di
atas itu tak ada yang punya/ kotaku hidupnya tak lagi punya tanda”. Untuk
memperkonkret gambaran tentang martabat gadis itu yang sama tingginya dengan
martabat manusia lainnya, penyair menulis: “duniamu yang lebih tinggi dari
menara katedral”.
Untuk memperkonkret gambaran jiwanya yang penuh
dosa, Chairil Anwar menggunakan kata:”aku
hilang bentuk/remuk”. Sedangkan untuk melukiskan tekadnya yang bulat untuk
kembali ke jalan tuhan, diperkonkret dengan ungkapan: Tuhanku/ di pintumu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling”. Hal
ini berbeda dariusahanya untuk memperkonkret sikap kebebasannya, dengan
kata-kata: “aku ini binatang jalang/ dari kumpulannya terbuang”
untuk memperkonkret cita-citanya yang abadi, ia menulis:” ku mau hidup seribu
tahun lagi”.
Demikianlah maksud pengonkretan kata beserta
beberapa contoh. Setiap penyair berusaha mengonkretkan hal yang ingin
dikemukakan agar pembaca membayangkan dengan lebih hidup. Cara yang digunakan
oleh penyair yang satu berbeda dari cara yang digunakan oleh penyair lainnya.
Pengonkretan kata ini erat berhubungan dengan pengimajian, pelambangan dan
pengiasan. Ketiga hal itu juga memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa
yang ingin dikemukakan.
2.2.3.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau
berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. bahasa figuratif ialah bahasa
yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa,
yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. kata atau bahasanya bermakna
kias atau makna lambang.
Menurut Perrine dalam Herman Waluyo, (1974:616-617)
bahwa
Bahasa figuratif
dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair, karena:
(1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif; (2) bahasa
figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga
yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca; (3) bahasa
figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan
menyampaikan sikap penyair; (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan
makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan
luas dengan bahasa yang singkat.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa bahasa
figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias pelambangan yang
menimbulkan makna lambing. Pengiasan disebut juga smile atau persamaan, karena
membandingkan/menyamakan sesuatu hal dengan hal lain. Dalam pelambangan sesuatu
hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Untuk memahami bahasa figuratif
ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambing yang di buat penyair baik
lambing yang konvensional maupun nonkonvensional.
2.2.3.4.1
Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud di sini mempunyai makna lebih
luas dengan bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional disebut
gaya bahasa secara keseluruhan. Dalam gaya bahasa, suatu hal dibandingkan
dengan hal lainnya. Seperti di depan telah disebutkan, tujuan penggunaan kiasan
ialah menciptakan efek kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa
puisi.
Banyak kita jumpai kiasan tradisional yang kita
sebut gaya bahasa. Penyair modern membuat kiasan yang baru dan tidak
menggunakan kiasan-kiasan lama yang sudah ada. Dalam bagian ini akan
dibicarakan metafora (kiasan langsung), persamaan (kiasan tidak langsung),
personifikasi, hiperbola (overstatement),
euphemism (understatement),
sinekdoce, dan ironi.
1. Metafora
Metafora
adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak disebutkan. Jadi
ungkapn itu langsung berupa kiasan. Contoh klasik: lintah darat, bunga bangsa,
kambing hitam, bunga sedap malam dan sebagainya. dalam puisi-puisi modern yang
sudah disebutkan di depan , banyak dijumpai metafora yang tidak konvensional.
2. Perbandingan
Kiasan
yang tidak langsung disebut perbandingan atau simile. Benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya
dan digunakan kata-kata seperti laksana, bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya.
kadang-kadang juga tidak digunakan kata-kata pembanding.
Perbandingan
yang sudah lama ada misalnya: matanya bagai bintang timur, larinya bagai anak
panah, pepat kukunya bulan tiga hari, pipinya bak pauh dilayang , rambutnya
mayang mengurai, dan sebagainya. contoh-contoh dalam puisi modern, misalnya:
rindunya bagai permata belum di asah, malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka,
anggur darah, dan sebagainya.
3. Personifikasi
Keadaan
atau peristiwa alam sering dikiaskan sebagai keadaan atau peristiwa yang
dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati dianggap sebagai manusia atau
persona, atau di”personifikasikan”kan. Hal ini digunakan untuk memperjelas
penggambaran peristiwa dan keadaan itu.
4. Hiperbola
Hiperbola
adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal
yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian yang lebih saksama dari
pembaca. Hiperbola tradisional dapat kita temukan dalam bahasa sehari-hari,
seperti: bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun, hatinya bagai di
belah sembilu, serambut dibagi tujuh, dan sebagainya.
5. Sinekdoce
Sinekdoce
adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau menyebutkan
keseluruhan untuk maksud sebagian. Sinekdoce terbagi atas part pro toto (menyebut sebagian untuk keseluruhan) dan totem pro parte (menyebut keseluruhan
untuk maksud sebagian).
Untuk
menggambarkan sebagian petani yang menderita, Rendra menulis seolah-olah semua
petani itu menderita. Hal ini digunakan untuk mempertajam kritiknya.
Para petani bekerja/ berumah di
gubuk-gubuk tanpa jendela/ menanam bibit di tanah yang subur/ menanam hasil berlimpah dan makmur/ namun
hidup mereka sendiri sengsara.
Sedangkan
totem proparte misalnya untuk melukiskan gadis peminta-minta, Toto Sudarto
Bachtiar menggunakan contoh “gadis kecil berkaleng kecil”. Untuk melukiskan
solidaritas rakyat kecil terhadap demonstran 1996, Taufik Ismail mewakilinya
dengan “seorang tukang rambutan pada isterinya”. Sedangkan solidaritas anak
kecil tingkat SD dan SMP dilukiskan dengan “tiga anak kecil yang membawa
karangan bunga”. Untuk melukiskan korban-korban kekejaman orde lama, Taufik
Ismail melukiskan “sebuah jaket berlumur darah”.
6. Ironi
Dalam
puisi pamflet , demonstrasi dan kritik social, banyak digunakan ironi yakni
kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat
berubah menjadi sinisme dan sarkasme, yakni penggunaan kata-kata yang keras dan
kasar untuk menyindir atau mengeritik. Jika ironi harus mengatakan kebalikan
dari apa yang hendak dikatakan, maka sinisme dan sarkasme tidak. Tapi
ketiga-tiganya mempunyai maksud yang sama, yakni untuk memberikan kritik atau
sindiran.
2.2.3.4.2
Pelambangan
Seperti halnya kiasan, pelambangan digunakan penyair
untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas,
sehingga dapat menggugah hati pembaca. Jika dalam kiasan sesuatu hal
dibandingkan atau dikiaskan dengan hal lain, maka dalam pelambangan, sesuatu
hal diganti atau dilambangkan dengan hal lain. Dalam masyarakat banyak
digunakan lambing-lambang yang umum. Misalnya lambing yang terdapat dalam
upacara perkawinan, berupa janur kuning, pohon pisang, tebu, bunga kelapa,
menginjak telur, membasuh kaki dan sebagainya.
Mengapa dalam puisi perlu digunakan lambing? Penyair
merasa bahwa kata-kata dari kehidupan sehari-hari belum cukup untuk
mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Oleh sebab itu,
diperlukan penggantian dengan benda lain. Penyair merasa bahwa dengan
simbolisasi itu makna akan lebih hidup, lebih jelas, dan lebih mudah
dibayangkan oleh pembaca. Lambing dan kiasan ikut memberikan sugesti dan
kata-kata itu.
Macam-macam lambang ditentukan oleh keadaan atau
peristiwa apa yang digunakan oleh penyair untuk mengganti keadaan atau
peristiwa itu. Ada lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, lambang suasana
dan sebagainya. pelambangan erat hubungannya dengan kata konkret. Dengan
pelambangan, kata-kata diciptakan menjadi lebih konkret sehingga mempermudah
proses pengimajian. Berdasarkan hubungannya dengan imaji, ada lambang auditif,
lambang visual, lambang gerak, dan sebagainya.
1. Lambang Warna
Warna
mempunyai karakteristik watak tertentu. Banyak puisi yang menggunakan lambang
warna untuk mengungkapkan perasaan penyair. Judul-judul puisi: “sajak putih”,
“sarenada biru”, “ciliwung yang cokla” dan sebagainya menunjukan digunakannya
lambang warna.
2. Lambang Benda
Pelambangan
juga dapat dilakukan dengan dengan menggunakan nama benda untuk menggantikan
sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Dalam kehidupan sehari-hari kita
dapat menemukan gamabr burung garuda yang digunakan sebagai lambang persatuan
Indonesia. Bendera warna merah putih melambangkan keberanian dan kesucian sementara
gambar-gambar yang ada dalam garuda pancasila melambangkan itu juga
melambangkan sila-sila dalam pancasila itu.
3. Lambang Bunyi
Bunyi
yang diciptakan oleh penyair juga melambangkan perasaan tertentu. Perpaduan
bunyi-bunyi akan menciptakan suasana yang khusus dalam sebuah puisi. Penggunaan
bunyi sebagai lambang ini erat hubungannya dengan rima. Disamping itu,
penggunaan lambang bunyi, juga erat berhubungan dengan diksi. Waktu memilih
kata-kata, salah satu faktor yang diperhatikan adalah faktor bunyi yang padu.
Bunyi yang melambangkan sesuatu.
4. Lambang Suasana
Suasana
dapat dilambangkan pula dengan suasana lain yang dipandang lebih konkret.
Lambang suasana ini biasanya dilukiskan dalam kalimat dan alinea. Dengan
demikian yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya suatu peristiwa
sepintas saja.
Untuk
menggambarkan suasana peperangan yang penuh kehancuran, maka digunakan lambang
“bharat yudha”. Untuk menggambarkan suasana penuh kegelisahan, maka digunakan
lambang “hatinya gemetar bagai permata
gemerlapan”.
Demikianlah
lambang dan kiasan, bersama-sama bertujuan untuk membentuk bahasa figuratif
yakni bahasa yang seolah-olah mempunyai pigura. Bahasa figuratif tidak langsung
dapat kita tangkap maknanya dengan bahan figurative, sebuah puisi menjadi kaya
akan makna.
2.2.3.5
Versifikasi (Rima dan Ritma)
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima
adalah pengulangan bunyi dalam puisi .digunakan kata rima untuk mengganti
istilah persajakkan pada system lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya
tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan
bait. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa-frasa yang
berulang-ulang, merupakan unsur yang memperindah puisi itu.
2.2.3.5.1
Rima
Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu
jika dibaca. Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang
bunyi. Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana
puisi.
Marjorie Boulton menyebut rima sebagai ponetik. Jika
bentuk ponetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna
puisi (1979:42). Dalam rima terdapat onomatope, bentuk intern pola bunyi,
intonasi, repetisi bunyi, dan persamaan bunyi. Jadi rima tidak khusus berarti
persamaan bunyi atau dalam istilah tradisional disebut sajak. Rima lebih luas
lagi karena menyangkut perpaduan bunyi konsonan dan vocal untuk membangun
orkestrasi atau musikalitas. Marjoe Bulton menyatakan bahwa dengan repetisi
bunyi akan diperoleh efek intelektual dan efek magis (1971:42).
2.2.3.5.2
Ritma
Ritma sangat berhubungan denagn bunyi dan juga
berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma juga
dapat dibayangkan seperti tembang mencopat dalam tembang jawa. Dalam tembang
tersebut irama berupa pemotongan baris-baris puisi secara berulang-ulang setiap
empat suku kata pada baris-baris puisi sehingga menimbulkan gelombang yang
teratur. Dalam situasi semacam ini irama disebut periodisitet yang berkorespondensi.
Yakni pemotongan frasa-frasa yang berulang.
Ritma puisi berbeda dari metrum (matra). Metrum
berupa pengulangan tekanan kata yang tetap. Metrum sifatnya statis. Ritma
berasal dari bahasa yunani yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur,
terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus). Menurut Slametmuljana dalam Herman Waluyo
(1987:94) bahwa: Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah,
panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang
sehingga membentuk keindahan, tekanan kata bahasa Indonesia tidak membedakan
arti dan belum dibakukan.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa tiap penyair,
aliran, periode, dan angkatan mempunyai perbedaan cara mengulang hal-hal yang
dipandang membentuk ritma itu. Dalam puisi lama jelas sekali pemotongan baris
puisi menjadi dua frasa merupakan teknik pembentuk ritma yang padu, namun
teknik tersebut bersifat statis. Berikut ini contoh ritma dalam puisi lama:
Dari mana/ punai melayang
Dari sawah/ turun ke kali
Dari mana/ kasih sayang
Dari mata/turun ke hati
Dalam puisi-puisi angkatan pujangga baru, keadaan
seperti ini kiranya masih dapat dipertahankan. Dalam puisi Ali Hasjimy
mendapatkan ritma berupa pemenggalan baris-baris puisi menjadi dua bagian (dua
frasa).
Pagiku hilang/ sudah melayang
Hari mudaku/ sudah pergi
Kini petang/ datang membayang
Batang usiaku/ sudah tinggi
( Menyesal )
Dalam puisi-puisi angkatan 45, terutama karya-karya
Chairil Anwar, iramanya sudah diciptakan secara kreatif, artinya tidak hanya
berupa pemotongan baris-baris puisi menjadi dua frasa, namun dapat berupa
pengulangan kata-kata tertentu untuk mengikat beberapa baris puisi.
2.2.3.6 Tata Wajah ( Tipografi )
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara
puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet
yang disebut paragraph, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari
tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan atas. Tepi kiri atau tepi kanan dari
halaman yang memuat puisi belum tentu memenuhi tulisan, hal ini tidak berlaku
bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan eksistensi
sebuah puisi.
Baris-baris prosa dapat disusun seperti tifografi
puisi. Namun makna prosa tersebut kemudian akan berubah menjadi lebih kaya,
jika prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Sebaliknya, jika tetap menafsirkan
puisi sebagai prosa, maka tifografi tersebut tidak berlaku. Cara sebuah teks
ditulis sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna
tambahan itu diperkuat oleh penyajian tipografi puisi. Dalam puisi-puisi
kontemporer seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri yang pernah disajiakn
di depan tipografi dipandang begitu penting, sehingga menggeser makna
kata-kata.
Sebagai contoh Intoyo–salah seorang penyair pujangga
baru menulis tipografi puisi sebagai berikut:
Rasa Baru
Zaman
beredar !
Alam
bertukar !
Suasana terisi nyanyian hidup
Kita
manusia
Terkarunia
Badan, jiwa, bekal serta cukup
Marilah
bersama
Berdaya
upaya
Mencemerlangkan apa yang redup
Memperbaharu
Segala
laku
Mengembangkan semua kuncup
Biar
terbuka
Segenap
RASA
Rasa baharu, dasar harmoni hidup.
Kata-kata yang disusun mewujudkan larik-larik yang
panjang dan pendek, yang membentuk suatu kesatuan padu. Pergantian larik
panjang dan pendek sedemikian bervariasi secara harmonis sehingga menimbulkan
ritma yang padu.
Dalam puisinya “kuncup”, J.E Tatengkeng menyusun
tifografi yang agak berbeda dari puisi biasa.
Kuncup
Terlipat melambai
Terikat melombai
Engkau mencari engkau beringin
Terang matahari digerak angin
Terhibur
Terlipur
Engkau
bermalam
Dipinggir
kolam
Mengeram terbuka
Mendendam bersuka
Engkau ditimbun engkau berkembang
Sejuknya embun memanggil kumbang
Terputih
Tersuci
Kembang
di dahan
Memuji
tuhan
(
Rindu Dendam )
Salah satu puisi yang dimuat dalam “Pujangga Baru”
menunjukkan tipografi puisi Armijn Pane yang lain dari puisi angkatan Pujangga
Baru yang lain :
Hamba Buruh
Aku menimbang-nimbang mungkin
Kita
berdua menjadi satu
Gaji dihitung-hitung
Cukup
tidak untuk berdua
Hati ingin sempurna dengan engkau
Sama
derita sama gembira
Kepala pusing menimbang-nimbang
Menghitung-hitung
uang bagi kita
Aku ingin hidup damai tua
Mikir
anak isteri setia
Kalbu pecah mearsa susah
Hamba
buruh apa dikata.
(
Pujangga Baru )
larik yang menjorok ke tengah halaman, memberikan
jawaban kepada kepada larik sebelumnya. Antara larik yang menepi dan larik yang
menjorok membentuk hubungan kasual. Di samping itu, tata wajah yang
diciptakan Armijn Pane juga menyebabkan
ritma puisi menjadi padu.
Rahim Qahhar, salah seorang penyair kontemporer,
menciptakan tata wajah yang tidak konvensional :
Tanpa
Kata
Tanpa kata
Jadi
guru tak bisa
Tanpa kata
Jadi
dokter tak bisa
Tanpa kata
Jadi
insinyur tak bisa
Tanpa kata
Jadi
walikota tak bisa
Tanpa kata
Jadi
presiden tak bisa
Tanpa kata
Jadi
menteri tak bisa
Tanpa kata
Jadi
ketua tak bisa
Tanpa kata
Jadi
bunglon tak bisa
Tanpa kata
Jadi
hakim tak bisa
Tanpa kata
Mencium
–Mu tak bisa
Tanpa kata
Jadi
apa?
Tanpakatatanpakatatanpakatatanpakatatanpakata
Tanpa kata mengemis bisa
Tanpa katamerampok bisa
Tanpa katamenodong bisa
Tanpa kata menipu bisa
Tanpa kata membunuh bisa
Tanpa kata korupsi bisa
Tanpa kata menyelundup bisa
Tanpa kata berzina bisa
Tanpa kata puisi tak pernah ada
(
Dari Blong )
Tata wajah dalam bentuk larik-larik di atas
menunjukkan pause dalam pemikiran. Sebelum mulai larik berikut, penyair perlu
merenung. Seringkali gagasan penyair meloncat karena tidak seluruh perenungan
itu diungkapkan.
2.2.4 Hakikat Puisi
Struktur fisik puisi adalah medium untuk
mengungkapkan makna yang hendak disampaikan penyair. I.A Richards menyebut
makna atau struktur batin itu dengan istilah hakikat puisi (1976:180-181). Ada
empat unsur hakikat puisi, yakni tema, perasaan penyair, nada dan amanat.
Keempat unsure tersebut menyatu dalam wujud penyampaian bahasa penyair.
2.2.4.1 Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subjek yang
dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat
mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.
Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan antara hubungan penyair dengan
tuhan, maka puisinya bertema ketuhanan. Jika desakan yang kuat berupa rasa
belas kasih atau kemanusiaan, maka puisinya bertema kemanusiaan.
Dengan latar belakang pengetahuan yang sama,
penafsir-penafsir puisi akan memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah
puisi, karena tema puisi bersifat lugas, obyektif dan khusus. Tema puisi harus
dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan.
Oleh sebab itu, tema bersifat khusus (penyair), tetapi obyektif (bagi semua
penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat). Berikut ini dipaparkan macam-macam
puisi sesuai dengan pancasila.
1. Tema Ketuhanan
Puisi-puisi
dengan tema ketuhanan biasanya akan menunjukan “religius experience” atau
pengalaman religi penyair. Pengalaman religi didasarkan atas tingkat kedalaman
pengalaman ketuhanan seseorang. Dapat juga dijelaskan sebagai tingkat kedalaman
iman seseorang terhadap agamanya atau lebih luas terhadap Tuhan atau kekuasaan
gaib. Banyak puisi yang menunjukkan pengalaman religi yang cukup dalam meskipun
tidak menunjukkan identitas agama tertentu.
Pengalaman
religi seseorang penyair didasarkan atas pengalaman hidup penyair secara
konkret. Jika penyairnya bukan seorang religius yang khusyuk dalam hal religi
maka sulit diharapkan akan menghasilkan puisi bertema ketuhanan yang cukup
mendalam. Berikut puisi dalam rasa ketuhanan karya Amir Hamzah:
Doa
Dengan apakah
kubandingkan pertemuan kita,
Kekasihku
Dengan senja
samar sepoi, pada masa purnama
Meningkat
naik, setelah menghalaukan panas
Payah
terik
Angin malam
menghembus lemah, menyejuk badan
Melambung
rasa menayang piker, membawa angan ke
Bawah
kursimu
Hatiku terang
menerima katamu, bagai bintang
Memasang
lilinnya
Kalbuku terbuka
menuju kasihmu, bagai sedap
Malam
menyirak kelopak
Aduh, kekasihku,
isi hatiku dengan katamu
Penuhi
dadaku dengan cayamu, biar bersinar
Mataku
sendu, biar berbinar gelakku rayu!
Kedalaman rasa ketuhanan tidak lepas dari bentuk
fisik yang terlahir dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, kiasan, dan
sebagainya yang menunjukkan betapa erat hubungan antara penyair dengan tuhan.
Juga menunjukan bagaimana penyair yang menginginkan agar Tuhan mengiasi seluruh
kalbunya.
2. Tema Kemanusiaan
Tema kemanusiaan
bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan bermaksud
meyakinkan pembaca bahwa setiap manusia memiliki harkat (martabat) yang sama.
Perbedaan kekayaan, pangkat, dan kedudukan seseorang tidak boleh menjadi sebab
adanya perbedaan perlakuan terhadap kemanusiaan seseorang.. para penyair
memiliki kepekaan perasaan yang begitu dalam untuk memperjuangkan tema
kemanusiaan. Berikut sajak Toto Sudarto yang membela martabat kemanusiaan.
Gadis Peminta-Minta
Setiap
kali bertemu, gadis kevil berkaleng kecil
Senyummu
terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah
padaku, pada bulan merah jambu
Tapi
kotaku jadi hilang, tanpa jiwa.
Ingin
aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang
kebawah jembatan yang melulur sosok
Hidup
dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira
dari kemayaan riang
Duniamu
yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas
dia atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa
begitu murni, terlalu murni
Untuk
bisa membagi dukaku
Kalau
kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan
di atas itu tak ada yang punya
Dan
kotaku, ah kotaku
Hidupnya
tak lagi punya tanda.
Toto
Sudarto Bachtiar
Jika kebanyakan pembaca menganggap bahwa pengemis
kecil yang minta-minta di pinggir jalan sebagai sampah masyarakat, sebagai
manusia yang tidak berharga, maka penyair mengatakan dengan tegas bhwa martabat
kemanusiaan gadis peminta-minta itu sama derajatnya dengan manusia yang
lainnya. Martabatnya lebih tinggi dari menara katedral, bahkan jika gadis kecil
itu mati kota Jakarta akan kehilangan jiwa sebab dunianya tidak mempunyai tanda
lagi.
3. Tema Patriotisme
Tema patriotism
dapat meningkatkan perasaan cinta akan bangsa dan tanah air. Banyak puisi yang
melukiskan perjuangan merebut kemerdekaan dan mengisahkan riwayat pahlawan yang
berjuang melawan penjajah. Tema patriot juga dapat diwujudkan dalam bentuk
usaha penyair untuk membina kesatuan bangsa atau membina rasa kenasionalan.
4. Tema Kedaulatan Rakyat
Penyair begitu
sensitif perasaannya untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menentang sikap
ksewenang-wenangan pihak yang berkuasa. Tema kedaulatan rakyat dan tema
keadilan sosial biasanya dapat ditemukan dalam puisi protes. Dalam puisi yang
bertema kedaulatan rakyat, yang paling kuat adalah protes terhadap kesewenang-wenangan
pihak yang berkuasa yang tidak mendengarkan jeritan rakyat atau juga dapat
berupa kritik terhadap sikap otoriter penguasa.
5. Tema Keadilan Sosial
Nada protes
social sebenarnya lebih banyak menyuarakan tema keadilan social daripada tema
kedaulatan rakyat. Puisi-puisi demonstrasi pada hakekatnya adalah puisi yang
lebih banyak menyuarakan keadilan social. Potret pembangunan dalam puisi karya Rendra
adalah kumpulan sajak yang bertemakan keadilan social. Yang dilakukan dalam
tema ini adalah ketidakadilan dalam masyarakat, dengan tujuan untuk mengetuk
nurani pembaca agar keadilan social ditegakan dan diperjuangkan.
2.2.4.2
Perasaan ( Feeling )
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair
ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan
tema yang sama, penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair
lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Dalam menghadapi
tema keadilan social atau kemanusiaan, penyair banyak menampilkan kehidupan
pengemis atau orang gelandangan.
Tema ketuhanan dapat kita temukan dalam sajak “Doa”
karya chairil anwar dan “Padamu jua” karya Amir Hamzah. Karena sikap kedua
penyair terhadap tuhan pada saat itu berbeda, maka perasaan yang dihasilkan
juga berbeda. Rasa ketuhanan dalam “Doa” penuh kepasrahan dan kekhusyukan.
Sedangkan dalam “padamu jua” rasa ketuhanan penuh dengan keraguan, penasaran
dan kekecewaan. Demikian juga perbedaan perasaan ketuhanan Rendra Nampak dalam
“Balada Penyaliban” dan dalam “Nyanyian Angsa”. Dalam sajak yang pertama Rendra
menunjukkan rasa khusyuk terhadap agamanya sedangkan dalam sajak kedua Rendra
menunjukkan rasa sangsi terhadap agamanya.
Rasa kagum Chairil Anwar terhadap pangeran
diponegoro berbekas dengan rasa kagum Sanusi Pane terhadap Ki Hajar Dewantara.
Perbedaan itu karena perbedaan sikap kedua penyair dan perbedaan nilai dan
jenis kepahlawanan dari keduanya.
Rasa haru yang ditimbulkan ketika kita membaca
“Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar berbeda dengan rasa haru yang
timbul karena membaca sajak Taufik Ismail seperti berikut ini:
Karangan Bunga
Tiga
anak kecil
Dalam
langkah malu-malu
Datang
ke salemba
Sore
itu
Ini
dari kami bertiga
Pita
hitam dari karangan bunga
Sebab
kami ikut berduka
Bagai
kakak yang ditembak mati
Siang
tadi.
Taufik Ismail, 1966
Perbedaan perasaan haru itu disebabkan karena
perbedaan keterlibatan batin antara Toto dengan Taufik. Toto begitu dalam melibatkan
rasa harunya terhadap gadis kecil berkaleng kecil, sedangkan taufik kurang
melibatkan keharuannya kepada tiga anak kecil yang membawa karangan bunga.
2.2.4.3 Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap
tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati,
mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada
pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut nada puisi. Seringkali puisi
bernada santai karena penyair bersikap santai kepada pembaca.
Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca,
maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat
psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Jika kita berbicara
tentang sikap penyair, maka kita berbicara tentang nada; jika kita berbicara
tentang suasana jiwa pembaca yang timbul setelah membaca puisi, maka kita
berbicara tentang suasana. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena
nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya. Nada duka yang diciptakan
penyair dapat menimbulkan suasana iba hati pembaca. Nada kritik yang diberikan
penyair dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Nada
religius dapat menimbulkan suasana khusyuk.
Berikut ini adalah puisi dengan nada menyindir yang
bersifat sinis. Namun nada sinis tersebut bersifat filosifis juga karena
merenungkan hakikat hidup kita. Pembaca harus merenungkan makna puisi ini, agar
mampu menghayati pesan yang hendak disampaikan Subagio Satrowardojo.
Bulan ruwah
Kubur
kita terpisah oleh tembok tinggi
Sebab
aku punya Tuhan, dia orang kafir
Dia
yaumulakhir
Roh
kita dari kubur
Akan
keluar berupa kelelawar
Akan
berebut menyebut nama allah
Dengan
cicit suaara kehausan darah
Kita
sudah siap dengan daftar Tanya
Tuhan,
yarobilalamin
Adakah
kau islam atau Kristen
Apakah
kitabmu: quran atau injil
Apakah
bangsamu: seorang rus, cina atau jawa
Orang
rus itu komunis yang menghina nabi dan agama
Orang
cina suka makan babi. Itu terang jadi larangan
Orang
jawa malas sembahyang, dan gemar pada mistik
Apakah
bahasamu, apakah warna kulitmu, apakah asalmu
Apakah
kau pakai peci dan sarung pelekat
Atau
telanjang seperti seperti budak habsyi hitam pekat
---atau
seperti bintang film berpotret di kamar mandi
Antara
tanda kurung: adakah dia punya tuhan
Daftar
Tanya kita tandai dengan cakaran hitam
Seribu
tangan
Tetapi
kalau tuhan tinggal diam seperti tugu
Kita
akan bertindak desak keputusan
Kita
rubuhkan batu bisu
Dengan
kutuk dan serapah
Kita
kembali bergantung di dahan
Dan
bermimpi tentang sorga dan tuhan
Yang
mirip rupa kita sajak semula
Kelelawar
bercicit kehausan darah.
Subagio Sastrowardojo, 1957
Dengan puisi di atas, Subagio mengajak pembaca
merenung tentang tuhan dan ciptaannya. Kata-katanya tidak dapat kita hayati
secara harfiah karena makna yang diungkapkan bersifat filosofis.
Dengan nada dan suasana hatinya, penyair memberikan
kesan yang lebih mendalam kepada pembaca. Puisi bukan hanya ungkapan yang
bersifat teknis, namun suatu ungkapan yang total karena seluruh aspek psikologis
penyair turut terlibat dan aspek-aspek psikologis itu dikonsentrasikan untuk
memperoleh daya gaib.
2.2.4.4 Amanat ( Pesan )
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat
ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi. Tujuan/ amanat merupakan
hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik
kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat
yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran
penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan. Menurut
Herman J. Waluyo (1987:131) bahwa Amanat puisi dapat bermacam-macam, namun
dengan memahami dasar pandangan, filosofi, dan aliran yang dianut oleh
pengarangnya dapat memperkecil perbedaan. Amanat berhubungan dengan makna karya
sastra ( meaning and significance ).
Berdasarkan pernyataan di atas amanat yang
disampaikan penyair dapat bermacam-macam. Amanat penyair ditentukan oleh
pengalaman kita bergulat membaca dan terlibat secara penuh dengan puisi. Kita
harus berasumsi bahwa lewat puisinya, setiap penyair ingin mengungkapkan suatu
makna yang mempertinggi martabat kemanusiaan.
2.3 Media Pengajaran
2.3.1
Pengertian Media Pengajaran
Media berasal dari bahasa latin “medium” yang
berarti perantara. Media juga disebut sebagai alat peraga, audio visual, ,
instruksional material atau sekarang ini media lebih dikenal denagn media
pembelajaran atau media instruksional. Menurut Ibrahim (19 : 4) media adalah
segalah sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Media pengajaran menurut Hamalik (1989 : 23)
adalah alat, method edan tehnik yang digunakan dalam rangka mengaktifkan
komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar disekolah.
2.3.2 Manfaat Media Pengajaran
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, dua hal
yang teramat penting adalah metode mengajar yang digunakan serta dukungan dari
media pengajaran. Kedua aspek tersebut saling terkait datu sama lain. Pemilihan
metode pengajaran sangat mempeengaruhi media pengajran yang digunakan. Hal
tersebut berarti bahwa pemilihan media pengajaran harus didasarkan pada metode
pengajaran yang digunakan. Fungsi dan Manfaat Media Pengajaran yang digunakan
sebagai alat bantu dalam peroses belajar mengajar berfungsi untuk:
“membangkitkan keinginan dan minat baru , membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa”. Dengna
demikian penggunaan media pengajaran dapat membawa manfaat besar terhasap
keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Nana
Sudjana (2009:2) bahwa
Dengan
penggunaan media pengajaran dapat mempertinggi pembelajaran siswa dalam
pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dpat mempertinggi hasil belajar yang
dicapainya. Penggunaan media pengajaran pada saat terjadinya pembelajaran dalam
kelas diharapkan dapat mempertinggi minat dan perhatian siswa dalam mengikuti
pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal tersebut dapat mempertinggi motivasi
siswa untuk mengikuti proses belajar mengjar. Selain hal tersebut dengan
penggunaan media pengajaran maka siswa dapat melihat secara langsung, tidak
hanya dengan kata-kata sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah memahami apa
yang disampaikan oleh guru dalam kelas.
Berdasarkan pendapat dia atas bahwa media pengajaran
dapat mempertinggi proses belajar mengajar. Dalam pengajaran yang pada
gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada
beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar
siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses
belajar siswa. Menurut Nana Sudjana (2009:3) bahwa
Manfaat media pengajaran diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Pengajaran
akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
2.
Bahan
pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para
siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
3.
Metode
mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
4.
Siswa
lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian
guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan
dan lain-lain
Berdasarkan uraian di atas penggunaan media
pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran yang berkenaan dengan
taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan mulai
dari berfikir konkret menuju ke berpikir abstrak dimulai dari berfikir
sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat
kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pengajaran
hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat
disederhanakan.
2.3.3 Jenis dan Kriteria Memilih Media
Pengajaran
Ada beberapa jenis media pengajaran
yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. Pertama media grafis, seperti
gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain.
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan
didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik
pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan
membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Menurut
Nana sudjana (2009:4-5) bahwa
Dalam
memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria
sebagai berikut.
1.
Ketepatan
dengan tujuan pengajaran: artinaya: media pengajaran dipilih atas dasar
tujuan-tujuan intruksional yang telah ditetapkan.
2.
Dukungan
terhadap isi bahan pelajaran: artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta,
prinsip, konsep dan generalisasi sanagt memerlukan bantuan media agar mudah
dipahami siswa.
3.
Kemudahan
memperoleh media: artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya
mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar.
4.
Keterampilan
guru dalam menggunakannya: artinya apapun jenis media yang diperlukan syarat
utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran.
5.
Tersedia
waktu untuk menggunakannya: media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama
pengajaran berlangsung.
6.
Sesuai
dengan taraf berpikir siswa: memilih media untuk pendidikan dan pengajaran
harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di
dalamnya dapat dipahami oleh para siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dengan criteria
pemilihan media, guru dapat lebih mudah menggunakan media mana yang dianggap
tepat untuk membantu mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Kehadiran
media dalam proses pengajaran jangan dipaksakan sehingga mempersulit tugas guru,
tapi harus sebaliknya yakni mempermudah guru dalam menjelaskan bahan
pengajaran. Menurut Nana Sudjana (2009:6) bahwa
Dalam
hubungannya dengan penggunaan media pada waktu berlangsungnya pengajaran
setidak-tidaknya digunakan guru pada situasi sebagai berikut:
1.
Perhatikan
siswa terhadap pengajaran sudah berkurang akibat kebosanan mendengarkan uraian
guru.
2.
Bahan
pengajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa
3.
Terbatasnya
sumber pengajaran
4.
Guru
tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan kata-kata
(verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar cukup lama.
Dari penjelasan dia atas dapat disimpulkan bahwa
peranan media dalam proses pengajaran dapat ditempatkan sebagai alat untuk
memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pengajaran. Juga
sebagai alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih
lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. Media sebagai
alat dan sumber pengajaran tidak bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya
media tanpa guru suatu hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas
pengajaran.
2.3.4 Gambar Fotografi Sebagai
Media Pengajaran
Gambar fotografi merupakan salah satu media
pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran. Hal itu
disebabkan karena kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan dan tidak
perlu diproyeksikan untuk mengamatinya.
Gambar fotografi bisa dipergunakan baik untuk tujuan
pengajaran individual, kelompok kecil maupun kelompok besar yang dibantu dengan
proyektor atau opaque projector.
Sedangkan guna memperoleh dampak tiga dimensi sepasang film ukuran 16 mm
ditempatkan pada stereografhic viewer.
2.3.4.1
Pengertian Gambar Fotografi
Gambar fotografi merupakan salah satu media
pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran hal ini
disebabkan kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan dan tidak
diproyeksikan untuk mengamatinya. Media gambar termasuk kepda gambar tetap atau
still picture yang terdiri dari dua kelompok, yaitu: pertama flat opaque picture atau gambar datar
tidak tembus pandang, misalnya gambar fotografi, gambar dan lukisan cetak.
Kedua adalah transparent picture atau gambar tembus pandang, misalnya film
slides, film strips dan transparancies. Menurut Nana Sudjana (2009:70) bahwa
Gambar fotografi
pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat membangkitkan minatnya
pada pelajaran. Membantu mereka dalam kemampuan berbahasa, kegiatan seni dan
pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan
menggambar serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi
bacaan dari buku teks.
Berdasarkan pendapat dia atas dapat disimpulkan
bahwa gambar fotografi bisa dipergunakan oleh siswa secara individual dalam
latihan membaca. Dan berdiskusi tentang sesuatu pelajaran tertentu yang
dipadukan kepada mata pelajaran tertentu.
2.3.4.2 Kriteria Memilih Media
Gambar Fotografi
Ada beberapa kriteria dalam memilih gambar-gambar
yang memenuhi persyaratan bagi tujuan pengajaran. Dalam hal ini guru hendak
menetapkan kegunaan-kegunaan gambar yang secara relatif memadai, dan memilihnya
yang terbaik untuk tujuan khusus pengajaran. Menurut Nana Sudjana (2009:74)
bahwa
Dalam
memilih gambar fotografi ada lima kriteria untuk tujuan pengajaran:
1.
Gambar
fotografi itu harus cukup memadai, artinya pantas untuk tujuan pengajaran yaitu
harus menampilkan gagasan, bagian informasi atau satu konsep yang mendukung
tujuan serta kebutuhan pengajaran.
2.
Gambar-gambar
itu harus memenuhi syarat artistik yang bermutu.
3.
Gambar
fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan jelas.
4.
Validitas
gambar. Yaitu apakah gambar itu benar atau tidak
.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam memilih gambar fotografi hendaknya memilih gambar yang
realistis dan hidup. Pewarnaan yang bagus, dan harus cukup besar sehingga
rinciannya bisa diamati untuk dipelajari. Gambar- gambar fotografi sebagai media visual pada setiap
kegiatan pengajaran antara lain:
1) Pergunakanlah gambar untuk tujuan
pelajaran yang spesifik, yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan
mendukung penjelasan inti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus
itulah yang yag mengarahkan minat siswa kepada pokok-pook terpenting dalam pelajaran.
Bilamana tujuan intruksionalnya yang ingin dicapai adalah kemampuan siswa
memperbandingkan kondisi kehidupan wilayah utara belahan bumi, ditengah-tengah
atau daerah khatulistiwa dan wilayah selatan belahan bumi, maka pengelompokokan
gambar-gambarnya harus memperhatikan perbedaan yang jelas.
2) Padukan gambar-gambar pada
pelajaran, sebab keefektifan pemakaian gambar-gambar fotografi didalam froses belajar-mengajar
memerlukan keterpaduan. Bilamana gambar-gambar itu akan dipakai semuanya, perlu
dipikirkan kemungkinan-kemuingkinannya dalam kaitan pokok-pokok pelajaran.
Pameran gambar dipapan pengumuman pada umumnya mempunyai nilai kesan impresi
sama seperti di dalam ruang kelas. Gambar-gambar yang riil sangat berfaedah
untuk suatu mata pelajaran, karena maknanya akan membantu pemahaman para siswa
dan cara itu akan ditiru untuk hal-ha yang sama di kemudian hari.
3) Pergunakanlah gambar-gambar itu
sedikit saja, dari pada menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif.
Hematlah penggunaan gamabar yang mengandung makna, jumlah gambar yang sedikit
tetapi selektif, lebih baik dari pada dua laki mempertunjukan gambar-gambar
yang serabut tanpa pilih-pilih.. banyaknya ilustrasi gambar secara berlebihan,
akan mengakibatkan para siswa merasa dirongrong oleh sekelompok gambar yang
memikat mereka, akan tetapi tidak menghasilkan kesan atau impresi visual yang
jelas. Jadi yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasasan utama.
Sekali gagasan utama dibentuk dengan baik ilustrasi tambahan bisa saja
berfaedah untuk memperbesar konsep-konsep permulaan. Penyajian gambar hendaknya
dilakukan secara bertahap, dimulai dengan memperagakan konsep-konsep poko,
artinya apa yang terpenting dari pelajaran itu. Lalu diperhatikan gambar lain
yang menyertainya, lingkungannya dan lain-lain berturut-turut secara lengkap.
4) Kurangilah penambahan kata-kata pada
gambar, oleh karena gambar-gambar itu justru sangat penting dalam mengembangkan
kata-kata atau cerita dalam penyajian gagasan baru. Misalnya dalam pelajaran
sejarah, para siswa dengan mempelajari gambar candi gaya jawa tengah dan jawa
timur menjelaskan mengapa gambarnya tidak sama, apa ciri-ciri yang membedakan
satu sama lain. Gurun bisa saja tidak mudah dipelajari oleh para siswa dengan
bertempat tinggal di lingkungan hutan tropis, dengan demikian pula dengan
supermarket terdengar asing bagi siswa–siswa yang hidup di kampung. Melalui
gambar itulah mereka memperoleh kejelasan tentang istilah verbal. Guru yang
baik akan menyadari bahwa dengan mengurangi deskripsi verbal kepada
gambar-gambar yang dipertunjukan akan dirasakan manfaatnya terutama bagi para
siswa pemula belajar membaca.
5) Mendorong pernyataan yang kreatif,
melalui gambar-gambar siswa akan didorong untuk mengembangkan keterampilan
berbahasa lisan dan tulisan seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainya.
Keterampilan jenis keterbacaan visual dalam hal ini sangat diperlukan bagi para
siswa dalam membaca gambar-gamabar itu.
6) Mengevaluasi kemajuan kelas, bisa
juga dengan memanfaatkan gambar- gambar baik secara umum maupun secara khusus.
Jadi guru bisa mempergunakan gambar datar, slides
atau transparan untuk melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Pemakaian
instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan guru, dalam upaya
memperoleh hasil tes yang komprehensif serta menyeluruh.
2.3.4.3
Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar Fotografi
Menurut Nana Sudjana (2009:71-72) bahwa mengemukakan
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari gambar fotografi dalam
hubungannya dengan kegiatan pelajaran, antara lain:
1.
Mudah dimanfaatkan di dalam kegiatan-
belajar mengajar, karena praktis tanpa memerlukan perlengkapan apa-apa.
2.
Harganya relatif lebih murah daripada
jenis-jenis media pengajaran yang lainnya, dan cara memperolehnya pun murah
sekali tanpa perlu mengeluarkan biaya. Dengan memanfaatkan kalender bekas,
majalah, surat kabar, dan bahan-bahan grafis lainnya.
3.
Gambar fotografi bisa dipergunakan dalam
banyak hal, untuk berbagai jenjang pengajaran dan berbagai disiplin ilmu, mulai
dari TK sampai dengan perguruan tinggi, dari ilmu-ilmu sosial sampai ilmu
eksakta.
4.
Gambar fotografi dapat menerjemahkan
konsep atau gagasan yang abstrak menjadi lebih realistik. Menurut Edgar Dale,
gambar fotografi dapat mengubah tahap-tahap pengajaran, dari lambang kata (verbal symbols) beralih kepada tahapan
yang lebih konkret yaitu lambang visual (visual
symbols).
Sekalipun demikian setiap media pengajaran selalu
mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu, begitu juga halnya dengan gambar
fotografi. Kelemahannya antara lain:
1. Beberapa
gambarnya sudah cukup memadai akan tetapi tidak cukup besar ukurannya bila
dipergunakan untuk tujuan pengajaran kelompok besar, kecuali gambar tersebut
diproyeksikan melalui proyektor opek.
2. Gambar
fotografi adalah berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan bentuk
sebenarnya yang berdimensi tiga. Kecuali bila dilengkapi dengan beberapa seri
gambar untuk objek yang sama atau adegan yang diambil dilakukan dari berbagai
sudut pemotretan yang berlainan.
3. Gambar
fotografi bagaimana pun indahnya tetap tidak memperlihatkan gerak seperti
halnya gambar hidup. Namun demikian beberapa gambar fotografi seri yang disusun
secara berurutan dapat memberikan kesan gerak bisa saja dicobakan, dengan
maksud guna meningkatkan daya efektivitas proses belajar mengajar.
Langganan:
Postingan (Atom)