Senin, 14 Mei 2012

proposal skripsi (studi deskriptif analitik)

KAJIAN STRUKTURAL TERHADAP FOKLORE SANGKURIANG KESIANGAN DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR DI SMP
(Studi Deskriptif Analitik terhadap Folklore Sangkuriang kesiangan)


A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak manusia ada di dunia dan mulai berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya serta dengan lingkungan alam sekitar, maka sejak itulah dimulai adanya kesenian. Hal ini tercermin dari cerita-cerita rakyat atau legenda, lukisan-lukisan yang ada di gua-gua dan upacara-upacara pemujaan terhadap dewa. Semua ini mewujudkan bahwa manusia sejak kecil telah diperkenalkan pada berbagai perwujudan seni dalam arti luas.
Sastra sebagai seni merupakan hasil yang diceritakan kembali oleh sastrawan dalam bentuk roman, novel, drama, sajak dan sebagainya. Seni itu sendiri adalah merupakan suatu keindahan yang dapat dilukiskan dalam berbagai jenis, seperti beberapa contoh di atas yang terbentuk dari pikiran-pikiran manusia. Dalam bidang sastra seorang sastrawan menciptakan seni dengan mengggunakan bahasa sebagai alat media.
Seiring dengan perkembangan jaman, cerita rakyat ini mulai tergeser keberadaannya dan terancam punah sebagai sebuah genre sastra, cerita pada hakekatnya dapat dikatakan sebagai penanaman nilai dan moral bagi individu dalam kehidupan masyarakat seperti yang dikemukakan oleh rusyana (1981:2) bahwa  walaupun budaya sudah berkembang namun sastra tetap mengandung survival-survival yang terus menerus mempunyai nilai kegunaan dan masih terdapat dalam budaya masa kini.
Cerita rakyat yang berkembang secara lisan akan mengakibatkan cerita tersebut hilang dan bergeser dari keasliannya. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menyelamatkannya. Salah satu penyelamatannya adalah dengan mengintarisasikannya ke dalam bentuk tulisan yang kemudian dibukukan.
Cerita atau dongeng penulis yakin dapat membentuk pribadi anak juga dapat memperkaya daya imajinasi anak sehingga dapat membantu perkembangan kecerdasan seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Badrun:
 “dongeng atau legenda yang berbentuk frosa fiktif yang hidup subur dalam angan-angan masyarakat, impian dan kenyataan bercampur menjadi satu dalam dunia angan-angan”.(1983:95)
   Sastra sebagai suatu ekspresi seni pengarang yang peka  terhadap apa yang hidup dalam masyarakat yang menuangkan hasil pengamatan dan pengalaman sang pengarang ke dalam sebuah ungkapan sastra yang berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam keseluruhannya. Setiap yang diceritakan kembali oleh sastra selalu menghadirkan suatu keindahan yang menyajikan banyak hal dan apabila dihayati benar-benar akan menambah pengetahuan orang yang menghayati sastra tersebut.
            Kejadian-kejadian yang ada pada sebuah cerita legenda sering terjadi pada kehidupan masyarakat pada zaman modern sekarang ini.
            Sangkuriang Kesiangan” adalah sebuah cerita rakyat dari daerah jawa barat, yang ditulis oleh Yuliadi Soekardi tidak hanya menarik dari segi teknik penceritaan yang dituangkan, melainkan juga karena tema yang ada di dalam cerita tersebut mengandung unsure sejarah dan amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang sehingga mampu menggugah hati pembacanya.
            Dalam usaha menggugah hati pembaca yang diceritakan kembali oleh sastra diperlukan pemahaman jalan cerita, sedangkan cerita itu sendiri dapat dipahami karena adanya unsure pembangun yang merangkai jalan sebuah cerita. Unsure pembangun sebuah cerita adalah adanya unsure intrinsic dan ektrinsik.
            Bertolak dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji cerita “Sangkuriang Kesiangan”. Hasil kajian ini diharapkan mampu menambah bahan bacaan dan wawasan siswa.
            Cerita rakyat ini telah diteliti oleh Ibu Dedeh Yuliawati pada tahun 2003 yang berjudul “cerita rakyat berkenaan dengan tempat-tempat keramat. (di kecamatan Sagala Herang dan kecamatan Cagak kabupaten Subang) yang bertujuan untuk memperoleh gambaran deskripsi struktur lingkungan penceritaan, fungsi cerita, hubungan dengan kekeramatan, dan mentranskripsi rekaman cerita yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa idonesia. Metode yang digunakan oleh Ibu Dedeh dalam penelitiannya adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data dan pengolahan data.
            Pada tahun 2004, cerita rakyat diteliti oleh Bapak Syamsudin dengan judul “pengertian membaca cerita rakyat” dengan metode pendekatan kontekstual dan kelas perbandingan.
            Maka dari itu penulis mencoba meneliti cerita rakyat dari sudut pandang unsure intrinsiknya agar pembaca lebih mengetahui dan lebih memahami cerita yang dibacanya. Cerita itu sendiri dapat dipahami karena adanya unsure pembangun yang merangkai jalan sebuah cerita. Unsur pembangun sebuah cerita rakyat adalah unsure intrinsic yaitu tema, tokoh, alur, plot, sudut pandang, gaya bahasa, suasana, latar dan amanat.

B.     PEMBATASAN MASALAH
Uuntuk mengarahkan masalah yang diteliti tidak terlalu luas , maka permasalahan difokuskan dan dibatasi pada sesuatu yang sifatnya spesifik. Penulis hanya meneliti tentang unsur pembangun cerita rakyat, yaitu unsure intrinsic dan alternative pembelajaran cerita “sangkuriang kesiangan” yang diceritakan kembali oleh Yuliadi Soekardi.


C.    PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
Unsur-unsur intrinsik apakah yang ada dalam cerita “Sangkuriang Kesiangan” yang diceritakan kembali oleh yuliadi soekardi?


D.    TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
a.       Tujuan
Setiap penelitian harus mempunyai tujuan dan tujuan tersebut harus dicapai berdasarkan rumusan di atas, tujuan dari  penelitian ini sebagai berikut:
Untuk memperoleh gambaran mengenai unsure-unsur intrinsic yang membangun cerita rakyar “sangkuriang kesiangan” yang diceritakan kembali oleh Yuliadi Soekardi.
b.      Manfaat
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1.      Bagi peneliti
Manfaat yang didapatkan oleh peneliti adalah mendapatkan pengalaman dalam kajian structural, sehingga peneliti mengetahui langkah-langkah yang baik dan benar dalam melakukan penelitian langsung ke lapangan, peneliti juga dapat menambah pengetahuan pada bidang sastra.
2.      Bagi bidang kesusastraan
Manfaat yang didapatakan dari hasil penelitian ini selain menambah pendokumentasian sastra juga dimanfaatkan sebagai bahan apresiasi, dasar penciptaan, dan sebagai sumbangan terhadap ilmu sastra.


E.     ANGGAPAN DASAR
Adapun anggapan dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1.      Setiap yang diceritakan kembali oleh sastra mempunyai nilai estetik.
2.      Motivasi anak untuk belajar akan meningkat apabila proses pembelajarannya menarik.
3.      Karakter tokoh yang dimiliki tokoh utama.
4.      Cerita rakyat yang menjadikan asal mula suatu tempat, tujuan belajar agar berhasil optimal harus direncanakan dengan matang.

F.     KAJIAN TEORETIS
1.      Cerita Rakyat
Cerita rakyat adalah salah satu karya sastra fiksi yang menggambarkan cirri khas latar belakang kebiasaan, sejarah dan adat istiadat suatu masyarakat. Cerita rakyat sebagai sastra lisan. Sastra lisan adalah sastra yang tersebar dalam bentuk tidak tertulis yang disampaikan dengan bahasa mulut. Sebagai sebuah genre sastra, cerita rakyat pada hakikatnya dapat digunakan sebagai sarana untuk penanaman nilai dan norma bagi individu dalam kehidupan masyarakat. Sastra lisan terus menerus mempunyai nilai kegunaan dan masih terdapat dalam budaya masa kini.
Melihat kenyataan bahwa sastra lisan (cerita rakyat) ini disampaikan melalui medium lisan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergeseran atau hilangnya keaslian dari cerita tersebut. Oleh karena itu cerita rakyat yang karena keasliannya dapat hilang dan bergeser maka perlu adanya upaya untuk menyelamatkannya. Salah satu caranya adalah dengan menginventarisasikannya ke dalam bentuk tulisan.
Walaupun dewasa ini sastra lisan itu tidak banyak dialih tuliskan, akan tetapi naskah itu hanya berupa catatan dari sastra lisan tersebut yang mencakup keseluruhan pernyataan sastra lisan mengenai kegunaan dan prilaku yang menyertainya.(rusyana, 1981:1).
Melihat uraian di atas maka penting bagi seorang penulis untuk melakukan penelitian mengenai cerita-cerita rakyat yang tersebar luas di masyarakat, tidak hanya dalam bentuk lisan saja mealinkan harus di rawat sebaik mungkin karena cerita rakyat inilah salah satu penunjang kebudayaan di Indonesia.
2.      Legenda
Legenda adalah cerita frosa rakyat yang dianggap oleh empunyacerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi. Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler (keduniawian) terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia yang seperti kita kenal sekarang (bascom dalam danandjaya, 1984:66).
(Surpian,1984:64) mengatakan bahwa legenda adalah cerita-cerita yang oleh masyarakat, yang mempunyai cerita tersebut dianggap sebagai suatu peristiwa sejarah. Itulah sebabnya ada sebagian orang mengatakan bahwa legenda adalah “sejarah rakyat”. Hal ini dipertegas (danandjaya, 1984:66) bahwa legenda seringkali dipandang sebagai “sejarah kolektif”(folk history) sejarah tersebut secara tertulis dan tidak mengalami distorsi sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.
Legenda biasanya bersifat migratoris, yakni dapat berpindah-pindah sehingga di kenal luas di daerah-daerah yang berbeda. Selain itu legenda acapkali tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus (syle), yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu. Jan Harold (dalam danandjaya, 1984:67)menggolongkan legenda menjadi empat kelompok yakni (1) legenda keagamaan (religius legend), (2) legenda alam gaib (supernaturals legend), (3) legenda perseorangan (personal legend), dan (4) legenda setempat (local legend).

2.1  Legenda keagamaan
Yang termasuk ke dalam golongan legenda keagamaan ini adalah legenda orang-orang suci (saints) nasrani. Legenda seperti ini jika telah diakui dan disahkan oleh gereja katolik roma akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut hagiography (legend of the saints), yang berarti tulisan, karangan, atau buku mengenai orang-orang saleh. legenda keagamaan di jawa adalah mengenai perjalanan orang-orang saleh yakni mengenai para wali agama islam, para penyebar agama islam (proselytizers) islam. Pada masa awal perkembangan agama islam di pulau jawa (danandjaya, 1984:67-68) legenda keagamaan ini memiliki fungsi yaitu sebagai alat penyebar agama.
2.2  Legenda alam gaib
legenda alam gaib adalah legenda yang merupakan pengalaman seseorang yang berkaitan erat dengan suatu kepercayaan dan dianggap benar-benar terjadi dan fungsinya adalah untuk meneguhkan kebenaran takhyul atau kepercayaan rakyat.
2.3  Legenda perseorangan
legenda perseorangan adalah cerita mengenai tokoh-tokoh tetentu yang oleh empunya cerita tersebut dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda perseorangan sangat banyak sekali Karena setiap daerah mempunyai cerita tersendiri yang kerap kali cerita ini merupakan pengalaman seseorang dijadikan sebagai suatu kejadian yang memang benar-benar pernah terjadi.
2.4  Legenda setempat
                  Legenda setempat adalah legenda yang ceritanya berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya (danandjaya, 1984:67-75).
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa legenda merupakan genre cerita rakyat yang mencakup hal-hal luar biasa dan terjadi di alam nyata. Legenda diyakini kebenarannya karena adanya peninggalan yang secara tidak langsung mempengaruhi pada hidup masyarakat.
3.      Dongeng
      Dongeng adalah cerita frosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi.
( danandjaya (1984:83). Selanjutnya Danandjaya mengungkapkan bahwa Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan  untuk hiburan walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran.
Dongeng didalamnya merupakan cerita-cerita yang dituturkan oleh rakyat. Cerita-cerita ini berupa cerita jenaka, cerita pelipur lara, cerita binatang, yang berfungsi untuk mendidik.(supriyadi,1997:371).   
Dongeng dikelompokan menjadi empat, yaitu (1) dongeng binatang (animal tales), (2) dongeng biasa (ordinary talk tales), (3) lelucon dan anekdot (jokes and anecdontes), dan (4) dongeng berumus (formula tales).
3.1  Dongeng binatang
 Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang peliharaan dan binatang liar seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reftile), ikan, dan serangga. Binatang-binatang tersebut dapat bicara dan berakal budi seperti manusia.
3.2  Dongeng biasa
Dongeng biasa adalah dongeng yang ditokohi oleh manusia dan biasanya adalah kisah duka seseorang.
3.3  Dongeng lelucon dan anekdot
Dongeng lelucon dan anekdot adalah dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan tertawa bagi yang mendengar maupun yang menceritakannya, walaupun demikian bagi tokoh tertentu yang menjadi sasaran dongeng tersebut dapat menimbulkan rasa sakit hati.
3.4  dongeng berumus
dongeng berumus adalah dongeng yang strukturnya berulang-ulang.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng adalah cerita rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi, namun di dalam dongeng sendiri terdapat nilai-nilai moral, ajaran kebaikan bahkan ada pula sindiran-sindiran.

4.      Unsur intrinsic
Cerita rakyat sebagai karya sastra dibangun dua unsure yakni unsure intrinsic dan ektrinsik. Kedua pembangun ini banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membahas karya sastra.
Unsure intrinsic diuraikan dengan jelas oleh Nugriyantoro (1998:23) adalah unsure yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsure inilah yang membangun karya sastra hadir sebagai karya sastra itu sendiri. Unsure intrinsic sebuah cerita atau legenda adalah unsure-unsur yang secara langsung turut serta membangun jika dilihat dari sudut pembaca. Unsure-unsur inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah cerita. Begitu juga yang diutarakan oleh Supriyadi (1997:387) bahwa Suatu karya mempunyai unsure pembentuk yang biasa di sebut unsure intrinsic dan ektrinsik. Unsure intrinsic ialah unsure pembentuk karya sastar dari dalam karya sastra itu sendiri, sedangkan unsure ektrinsik sastra adalah unsure pembentuk karya sastra dari luar. Unsure ektrinsik sastra merupakan hal yang berpengaruh terhadap sastra, ia memberi nuansa, gaya dan mewarnai pesan-pesan dalam suatu karya sastra.
Dari pernytaan di atas dapat dilihat bahwa unsure intrinsic terdiri dari enam unsure. Di bawah ini akan dijelaskan keenam unsure tersebut dalam mengkaji sebuah cerita rakyat. Untuk lebih jelas lagi berikut ini akan diuraikan satu persatu dari keenam unsure tersebut.
4.1  Alur atau plot
Salah satu unsure cerita adalah alur. Banyak pendapat dikemukakan oleh para ahli sastra mengenai definisi tentang alur.
Dalam bahasa jerman alur disebut dengan plot. Alur dalam karya sastra berfungsi untuk membedakan suatu susunan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain. Alur bukan hanya memaparkan peristiwa apa yang terjadi melainkan juga mengapa hal itu terjadi. Sedangkan menurut Nugriyantoro (1998:110) bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang terpenting diantar berbagai unsure fiksi yang lain. Untuk menyebut plot, orang juga sering mempergunakan istilah alur atau jalur cerita. Susanto (dalam Nugriyantoro,1998:113) mengemukakan bahwa Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Selain itu Kenny (dalam nugriyantoro,1998:113) juga mengutarakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Hal ini senada juga yang dikemukakan oleh Foster (dalam nugriyantoro,1998:113) berpendapat bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistic tertentu.
Sedangkan alur terdiri atas tiga bagian seperti diungkapkan oleh Tarigan (1984:126) pada prinsipnya seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya. Suatu fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) menuju suatu akhir (ending), yang dalam dunia sastra lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi  (denoument). Bagian eksposisi mendasari serta mengatur gerak yang berkaitan dengan masalah-masalah waktu dan tempat. Dalam eksposisi inilah diperkenalkan para tokoh pelaku kepada para pembaca, mencerminkan situasi para tokoh, mencerminkan konflik yang terjadi.
Dari pernyataan di atas plot adalah sebuah karya fiksi yang merupakan struktur peristiwa-peristiwa sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai emosional dan efek artistic tertentu.
4.2  Tokoh atau penokohan
Sama halnya dengan unsure plot dan penokohan , tokoh dan penokohan merupakan unsure yang penting dalam karya naratif. Sebuah cerita tidak akan bergerak tanpa adanya tokoh. Dalam pembicaraan fiksi sering dipergunakan istilah-istilah tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, karakter dan karakterisasi.
Menurut nugriyantoro (1998:166) bahwa Lebih luas pengertiannya daripada tokoh, sebab ia sekaligus mencakup masalah sikap tokoh cerita, bagaimana perwatakan, bagaiman penempatan, dan pelukisan tokoh dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan sebagai pengemban atau pelaku peristiwa. Cara pelukisan tokoh ada dua cara, cara yang pertama yaitu cara telling yakni pengarang memberikan keterangan dan komentar secara langsung mengetahui watak tokoh dalam cerita karena dipaparkan oleh pengarang. Sedangkan cara yang kedua adalah showing, yaitu pelukisan tokoh dengan cara pencerita secara tidak langsung memberikan keterangan atau komentar dan memaparkannya dalam tingkah laku atau pembicaraan para tokoh. Dengan cara ini pembaca bias mengetahui watak tokoh dengan cara mengkaji setiap sikap dan pembicaraan tiap tokoh.
4.3  Latar
Untuk memperjelas cerita dan suasana lebih hidup dalam karya sastra khususnya cerita rakyat diperlukan latar. Lewat latar inilah kita dapat mengetahui kapan terjadinya, suasana yang dihadapi seorang tokoh, keadaan social masyarakat dan lainnya. Latar atau setting menurut Abrams (dalam nugriyantoro, 1998:216) disebut sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan tempat, hubungan waktu dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Nugriyantoro (1998:217) mengungkapkan bahwa latar memberikan pijkan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca.
4.4  Sudut pandang
Yang dimaksud sudut pandang ialah cara pengarang menempatkan dirinya dalam sebuah cerita. Nugriyantoro (1998:246) mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari posisi mana peristiwa itu dilihat. Abrams (dalam Nugriyantoro, 1998:248) sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Booth (dalam Nugriyantoro, 1998:249) mengemukakan bahwa sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.
Dari semua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan pengarang dalam menampilkan peristiwa atau kejadian pada cerita agar makna yang ingin disampaikan oleh pengarang dapat dipahami oleh pembaca.
4.5  Gaya bahasa
     Menurut Nugriyantoro (1998:276) bahwa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsure bahan, alat sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya. Bahasa dalam sastra mengemban fungsi utama sebagai fungsi komunikatif. Apapun yang akan diutarakan pengarang ditafsirkan oleh pembaca, mau tak mau harus bersangkut paut dengan bahasa. Menurut Flower (dalam Nugriyantoro,1998:272) struktur fiksi dan segala sesuatu yang dikomunikasikan senantiasa dikontrol langsung oleh manipulasi bahasa pengarang.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sarana bagi pengarang dalam menyampaikan gagasan kepada pembaca. Sedangkan cara mengungkapkan dan menggunakan bahasa yang indah oleh pengarang disebut gaya. Berhasil atau tidaknya seorang pengarang fiksi justru tergantung dari kecakapannya mempergunakan gaya yang serasi dalam karyanya.
4.6  Tema
           Setiap cerita memiliki tema, karena tema merupakan pokok pengisahan dalam sebuah cerita. Tema merupakan bagian isi sebuah karya sastra yaitu sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang dalam sebuah cipta sastra yang masih bersifat netral dan belum mempunyai kecendrungan memihak. Dari tema pengarang ingin menyampaikan permasalahan kehidupan, beberapa pengalamn hidup dan pandangan hidup atau komentarnya tentang kehidupan. Masalah apa yang menjadi tema tergantung bagaiman pengarang mengolah dan mengembangkannya dalam sebuah cerita karya sastra.
           Menurut sutanto (dalam Nugriyantoro, 1998:70) tema diartikan sebagai makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema menurutnya kurang lebih bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama.
           Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok pikiran sebuah karya sastra dan terkandung makna yang berupa gagasan dasar pengarang yang menjadi inti utama dalam memaparkan atau mengembangkan sebuah cerita.

5.      Kajian structural
           Pengkajian terhadap karya sastra fiksi menurut (Nugriyantoro, 1998:30) berarti penelaahan, penyelidikan atau mengkaji; menelaah, menyelidiki karya fiksi tersebut. Untuk melakukan pengkajian terhadap unsure-unsur pembentuk karya sastra, khususnya cerita rakyat, pada umumnya kegiatan ini disertai kerja analisis. Istilah analisis, misalnya analisis cerita rakyat mengarah pada pengertian mengenai cerita rakyat tersebut atas unsure-unsur pembentuk yaitu berupa unsure intrinsiknya.
           Menurut Nugriyantoro (1998:37)
           Analisis karya sastar fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsure intrinsic fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsure tersebut sehingga membentuk sebuah makna yang terpadu. Dengan demikian pada dasarnya analisis structural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan berbagai unsure karya sastra yang secara bersamaan menghasilkan sebuah totalitas makna.
           Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa di dalam analisis structural karya sastra terkandung langkah-langkah konkret yang harus dilakukan. Langkah pertama adalah menguraikan isi dan fungsi masing-masing unsure intrinsic yang ada dalam karya sastra. Kemudian langkah kedua adalah mengkaji hubungan antar berbagai unsure intrinsic tersebut sehingga bias menghasilkan sebuah makna yang terpadu.









G.    METODOLOGI PENELITIAN
1.      Metode Penelitian
           Dalam penelitian ini akan digunakan metode deskriptif dengan pendekatan kajian structural. Cerita rakyat sangkuriang kesiangan yang diceritakan kembali oleh Yuliadi soekardi. Sebagai objek penelitian akan dianalisis dengan cara menguraikan unsure intrinsiknya. Tujuan kajian structural adalah memaparkan secermat mungkin fungsi dan isi tiap unsure intrinsic yang ada dalam cerita rakyat ini sebagai unsure pembangun cerita rakyat tersebut.
2.      Teknik Penelitian
   Dalam penelitian ini akan digunakan teknik analitis yang berusaha memahami gagasan dan cara pengarang menampilkan gagasan atau ide-idenya melalui pemahaman elemen intrinsic tersebut. Sehingga mampu membangun totalitas bentuk cerita. Selama penelitian ini kegiatan di bagi dalam dua tahap yaitu:
2.1.1        Tahap awal
1)      memilih cerita rakyat yang berjudul sangkuriang kesiangan sebagai objek penelitian.
2)      Mengumpulkan bahan-bahan yang menunjang pada penelitian, seperti teori-teori dari buku-buku yang membahas cerita rakyat.
3)      Memilih metode kajian structural.
4)      Membuat kerangka penelitian sebagai konsep yang akan digunakan selama penelitian.
2.2  Tahap Pelaksanaan
1)      membaca cerita rakyat sangkuriang kesiangan secara keseluruhan.
2)      Menguraikan unsure intrinsic cerita rakyat berdasarkan teori-teori yang dibaca.
3)      Mendeskripsikan hasil analisis atau pengkajian.

H.    KERANGKA PENELITIAN
           Kerangka penelitian merupakan tahapan atau susunan dari keseluruhan kegiatan penelitain yang dijadikan konsep salama penelitian. Proses kegiatan dari awal hingga akhir penelitian terangkum dalam alur penelitian tersebut. Langkah pertama adalah dengan merumuskan tema penelitian yang kemudian dikhususkan lagi dalam satu bentuk judul dan dilanjutkan dengan perumusan masalah yang ada pada penelitian.
           Dari perumusan masalah tersebut selanjutnya dibatasi masalah penelitian yang disesuaikan dengan manfaat dan tujuan penelitiannya. Analisis adalah kegiatan setelah mendapat teori-teori pendukung dan metode yang digunakan dalam penelitian. Dalam menganalisis, pertama yang dilakukan adalah membaca keseluruhan teks kemudian menguraikan unsure intrinsic yaitu tema, plot, tokoh, latar, sudut pandang, gaya bahasa. Semua itu diuraikan satu persatu dan diteruskan dengan mengkaji hubungan antar tema dan tokoh dengan tema. Dan sebagainya.
           Setelah mengetahui hasilnya, maka diambil satu kesimpulan yang menjadi penutup kegiatan penelitian sebelum menulis laporan penelitian. Keterangan di atas dapat dijabarkan dalam satu bentuk, kerangka sebagai berikut.
















KERANGKA PENELITIAN
Table . 1
tema
judul
Manfaat penelitian
Tujuan penelitian
Perumusan masalah
teori
Metode
analisis
latar
tokoh
Penulisan laporan
Kesimpulan
tema
plot
 



















I.       SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
           Penulisan ini supaya lengkap dan sistematis, maka perlu adanaya sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I , Berisi pendahuluan yang tertdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, kerangka penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II,Berisi tentang kajian structural cerita sangkuriang kesiangan, hasil karya sastranya, dan cirri khas kesusastraan dalam cerita rakyat, legenda dan dongeng.
BAB III, Berisi tentang kajian structural cerita sangkuriang kesiangan yang berkaitan dengan alternative pemanfaatan sebagai bahan ajar.
BAB VI, Berisi hasil dari penelitian dan pembahasan tentang kajian structural terhadap cerita sangkuriang kesiangan dan alternative pemanfaatannya sebagai bahan ajar di kelas VII SMPN 1 Banjaran.
BAB V, Berisi kesimpulan tentang keseluruhan dari kajian structural dan saran yang dapat membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya.









2 komentar:

  1. ddari yuliadi.sukari@yahoo.com
    terima kasih anda telah mengangkangkat naskahku sebagagai kajian skripsi. semoga sukses. amin.

    BalasHapus